Pentas Sidamoktaning Bubat, Rekonstruksi Pasunda Bubat di Nyiar Lumar 2022
- Willy Fahmy Agiska
Dengan kata lain, tidak ada yang menyimpang dari pakem alur yang sudah kita hafal pada kisah yang dipentaskan. Akan tetapi dipentaskan di tengah hutan dengan properti terbuat seluruhnya dari bahan-bahan yang alam sediakan dengan penonton sebagai campuran antara manusia dan pohon-pohon di kursi gelanggang tersusun dari undakan-undakan tanah, pementasan itu sejak awal memiliki sokongan kuat untuk mereproduksi ulang atmosfer tahun 1279 Saka.
Dari Gentala Bubat ke Sidamoktaning Bubat
Dalam pementasan Sidamoktaning Bubat pada Nyiar Lumar 2022, memang ada bagian-bagian yang bisa dianggap kekurangan. Artikulasi Sri Baduga Maharaja ketika berteriak Lalaki aing lalaki | tukang nguyup getih jurit | tukang ngakan bayah perang | geura datang raja cidra | geura datang sato jalma | papagkeun aing ku tumbak | jajapkeun ka tungtung duhung | nya hulu aing Citanduy | haté aing Cisadané | nunjang ngulon Ujungkulon | mun saat kakara paragat yang kalah menggetarkan dibandingkan yang dipantik oleh puisi utuh Sayudi, Putri Citraresmi yang menyajikan ratapan terlalu panjang sehingga tak tampak keteguhan hati perempuan yang gagah mengucapkan daripada pasrah pada Raja khianat | mending aku menikah dengan maut, maupun Hayam Wuruk yang lebih tampak sebagai perantau udik yang bingung karena kecopetan saat pertama kali ke ibu kota daripada seorang raja Jawa.
Namun poin-poin seperti itu tentu merupakan persoalan tafsir dan tidak ada siapa pun memiliki hak untuk memaksakan tafsir sebagai yang paling benar. Lagi pula menampilkan Hayam Wuruk sebagai korban copet yang bingung misalnya mungkin justru sesuai: kita tahu pencopetnya Gajah Mada. Selain itu, apa boleh buat meski banyak menyajikan petikan-petikan puisi Sayudi, pementasan ini memiliki basis naskah sendiri dan membandingkannya dengan resepsi personal atas puisi Sayudi belaka akan terlihat tidak adil.
Sidamoktaning Bubat tampaknya menggunakan naskah Gentala Bubat karya Hadi Aks sebagai basis. Dalam Panggelar Sastra: Kumpulan Naskah Pagelaran (cet. 1 2004, cet. 2 2015), naskah Gentala Bubat dimuat sebagai bagian dari Bab Dramatisasi Sastra dan secara spesifiknya merupakan Dramatisasi Novel. Pada catatan di bagian akhir naskah, disebutkan naskah tersebut disusun berdasarkan novel Perang Bubat karya Yoseph Iskandar dan ditambah sajak “Lalaki di Tegal Pati” karya Sayudi serta petikan dari Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara.