Ambiguitas Relawan Pada Praktik Politik Uang di Pemilu 2024
- MindsetVIVA
Prakteknya tidak hanya memberikan uang saja, melainkan berupa kebutuhan pokok. Di era digital, politik uang bisa berupa digital vote buying atau membeli suara dalam bentuk digital untuk memenangkan calon tertentu.
Titi berpendapat, pemicu paling utama tindak pidana tersebut adalah mental buruk para politisi. Para politisi masih memiliki keyakinan bahwa uang adalah faktor utama dalam meraih kemenangan.
Selain itu diperkuat dengan sistem kaderisasi yang buruk. Sehingga muncul budaya instan. Pergerakan mereka tidak mengakar di basis konstituennya. Akhirnya mereka memilih politik transaksional dari pada politik gagasan.
Berdasarkan analisa Titi, praktek politik uang pada pemilu 2024 bisa lebih brutal. Hal ini karena tindak pidana tersebut tidak hanya terjadi di tataran grassroot. Tapi dilakukan juga oleh birokrasi, pemerintah dan elit partai.
Politik Uang di awali sejak rekrutmen calon anggota legislatif dan penetapan nomor urut calon oleh partai. Alasannya adalah untuk membiayai saksi, pengawalan suara dan menjalankan mesin partai.
Belum lagi ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20 persen yang berlaku pada Pemilu 2024 mendorong koalisi partai yang tidak alami dalam meloloskan kandidatnya ikut perhelatan pemilu. Hal ini menurut Dosen UI tersebut akan melahirkan politik transaksional.