Menakar Potensi Biodiesel Sawit di Indonesia sebagai Alternatif Penurunan Emisi Global
- Dokpri
Namun di sisi lain, pada faktanya pengembangan biodiesel sawit kontradiktif dengan upaya penurunan emisi di Indonesia.
Sebut saja ketika kurang lebih pertumbuhan kendaraan hingga 6 persen per tahun, maka produksi biodiesel meningkat hingga 50 persen dalam kurun waktu tiga tahun ke belakang.
Peningkatan produksi ini akan berdampak terhadap pembukaan lahan bagi tanaman yang menjadi bahan dasar biodiesel.
Mengacu pendapat Aryo Bhawono seorang pengamat lingkungan dalam kolomnya berjudul 'Ironi Biofuel Indonesia: Energi Minim Karbon Biang Deforestasi', bahwa pembukaan perkebunan kelapa sawit diperkirakan membutuhkan lahan sebesar 1,2 juta hektare, atau hampir seperempat dari total lahan perkebunan sawit di Indonesia.
Hal ini sebagai konsekuensi logis dari kebijakan pemerintah bahwa semua bahan bakar diesel harus mengandung campuran ini setidaknya 30 persen, yang memungkinkan porsinya akan naik menjadi 50 persen pada 2025.
Tentunya kebijakan ini mengarah pada tujuan untuk menekan polusi karbon di sektor transportasi yang selama ini menyumbang 13,6 persen dari total emisi di Indonesia, dan 45 persen dari total penggunaan energi, yang secara khusus dapat mengurangi emisi transportasi sebanyak 36 juta ton CO2 pada 2040.
Padahal hutan adalah salah satu sistem yang paling efektif untuk menyerap CO2 dari atmosfer, jauh dibandingkan tanaman untuk biofuel.