Pria Minum Air Susu Istri, Apakah Status Pernikahan Mereka Batal?
- freepik.com
Mindset –Islam memandang relasi antara perempuan dan laki-laki sebagai sesuatu yang sakral. Karena itulah hukum perkawinan mengatur dengan sangat rinci termasuk siapa-siapa yang boleh dinikahi dan siapa yang tidak boleh atau mahram.
Salah satu kategori mahram adalah mahram akibat hubungan susuan. Keharamannya sama dengan mahram akibat hubungan nasab.
Keharaman akibat hubungan susuan berdasar pada firman Allah Swt. dalam Surah An-Nisa ayat 23 dan juga hadis Nabi.
Lalu bagaimana hukumnya jika suami, karena satu dan lain alasan, menyusu atau meminum air susu istri?
Apakah dengan demikian pernikahan mereka menjadi haram karena status keduanya berubah menjadi mahram akibat hubungan susuan?
Apakah status istrinya itu menjadi setara dengan status ibu susu?
Di dalam Al-Majmu’ Syarah al-Muhadzdzab karya Imam Nawawi disebutkan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang hal tersebut. Ada yang menghukumi kasus suami istri semacam itu menjadi mahram, ada juga yang tidak.
Yang menghukuminya mahram menyamakan orang yang menyusu baik usianya masih kecil ataupun yang sudah dewasa, bahkan jika sudah kakek-kakek.
Sementara pendapat yang lebih banyak dirujuk adalah pendapat kedua, yaitu pendapat yang membatasi status mahram akibat hubungan susuan hanya jika penyusu itu anak kecil yang belum disapih (di bawah 2 tahun).
Dengan demikian, jika yang menyusu adalah orang dewasa maka statusnya tidak menjadi mahram karena susuan.
Di dalam Al-Majmu’ juga dicantumkan kisah Abu Musa al Asy’ari dan Ibnu Mas’ud. Abu Musa al-Asy’ari menghukumi status laki-laki yang menyedot air susu istri dia hingga masuk ke tenggorokannya sebagai mahram.
Kemudian Ibnu Mas’ud ditanya hal yang sama dan langsung mendatangi Abu Musa al Asy’ari lalu berkata bahwa menyusu yang menyebabkan haramnya pernikahan atau mahram hanyalah menyusu yang menumbuhkan daging dan tulang.
Yang dimaksud dengan menumbuhkan daging dan tulang adalah mengenyangkan.
Abu Musa al-Asy’ari kemudian berkata kepada orang-orang: “Janganlah kalian bertanya kepadaku selama orang alim ini (Ibnu Mas’ud) masih ada di tengah-tengah kalian.”