Tradisi Nyenuk di Karangasem, Ritual Langka yang Hanya Digelar Setiap 30 Tahun
- Ist
Karangasem, Mindset – Di Kabupaten Karangasem, Bali, terdapat sebuah tradisi unik dan langka yang hanya dilaksanakan setiap 30 tahun sekali, yakni tradisi Nyenuk.
Ritual ini merupakan bagian dari rangkaian upacara besar yang dilaksanakan oleh masyarakat Banjar Dinas Abian Desa, Kecamatan Selat.
Sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan ungkapan rasa syukur, Nyenuk menjadi warisan budaya yang memiliki nilai filosofis mendalam.
Prosesi Nyenuk: Perjalanan Sakral Menuju Pura Panti Dadi Gede
Tradisi ini diawali dengan rangkaian mepet, yaitu perjalanan dari perempatan jalan desa menuju Pura Panti Dadi Gede.
Puluhan warga mengenakan pakaian khas berwarna-warni—putih, merah, kuning, hitam, dan poleng (hitam-putih kotak-kotak)—sebagai simbol keseimbangan alam semesta dalam ajaran Hindu.
Dalam prosesi ini, masyarakat membawa aneka buah-buahan, biji-bijian, dan umbi-umbian, yang dipersembahkan sebagai wujud syukur kepada para leluhur.
Tradisi ini menegaskan pentingnya keseimbangan dan keharmonisan antara manusia, alam, dan para Dewata.
Makna Simbolis dan Tahapan Upacara
Nyenuk mengambil pola Nyuci Gening, yakni proses penyucian yang dilakukan dengan menyiapkan seluruh peralatan ritual di tempat suci Pinggit yang sebelumnya telah dibangun secara khusus.
Setelah itu, prosesi Melasti dilaksanakan sebagai penyucian diri sebelum mencapai puncak karya.
Ritual Nyenuk juga mencakup tahapan penting, seperti Elemen Kebat Daun dan Menyenuk, yang melibatkan lima penjuru mata angin dengan warna dan jumlah peserta yang berbeda:
- Timur: Warna putih, jumlah peserta lima orang.
- Selatan: Warna merah, jumlah peserta sembilan orang.
- Barat: Warna kuning, jumlah peserta tujuh orang.
- Utara: Warna hitam, jumlah peserta empat orang.
- Tengah: Warna campuran putih, hitam, dan merah, jumlah peserta tiga orang.
Makna simbolis dari tahapan ini adalah keseimbangan energi alam yang diharapkan membawa berkah bagi masyarakat setempat.
Puncak Upacara: Ungkapan Syukur dan Penyineban
Menurut tokoh adat setempat, I Nyoman Kar, tradisi Nyenuk merupakan tahapan terakhir sebelum prosesi Penyineban—ritual penutup sebagai tanda bahwa seluruh upacara besar telah terlaksana dengan baik.
Terdapat tiga makna utama dalam Nyenuk:
- Sebagai ungkapan rasa syukur atas kelancaran upacara besar.
- Sebagai simbol anugerah dari para Dewata dan leluhur yang telah membimbing seluruh rangkaian ritual.
- Sebagai penutup dari seluruh prosesi adat, memastikan bahwa keharmonisan tetap terjaga.
Melestarikan Tradisi Nyenuk untuk Generasi Mendatang
Sebagai ritual yang hanya digelar setiap tiga dekade, tradisi Nyenuk di Karangasem menjadi warisan budaya yang sangat berharga.
Nilai-nilai spiritual, filosofi, dan penghormatan terhadap leluhur yang terkandung dalam ritual ini harus terus dijaga agar tetap lestari di tengah modernisasi.
Bagi wisatawan atau peneliti budaya, Nyenuk menjadi daya tarik tersendiri yang mencerminkan kekayaan spiritual dan kearifan lokal masyarakat Bali. Dengan pemahaman yang lebih luas, tradisi ini dapat terus diwariskan dan dijaga keasliannya. *AT