Seni Ronggeng dan Asal Usul Persebarannya di Kecamatan Sukadana
- Tim Penggiat Sejarah Sukadana
Ronggeng yang bermukim di Ciburuy dan Cihanjuang tersebut biasanya pentas dengan mengamen dari suatu tempat ke tempat lain, termasuk ke daerah Salakaria. Pada masa awal pemerintah Hindia Belanda menerapkan sistem Cultuurstelsel atau sistem tanam paksa di priangan sekitar tahun 1790 M, salah satu tanaman yang wajib ditanam di Rajadesa adalah kopi. Tanam paksa kopi juga berlaku untuk daerah Ciburuy, Cihanjuang dan sekitarnya.
Pada masa ini banyak orang-orang belanda yang bertugas sebagai pengawas di perkebunan. Entah apa alasannya petugas-petugas Belanda tersebut mengusir para anggota ronggeng. Mungkin karena mereka bukan penduduk setempat yang tidak bisa dilibatkan dalam sistem tanam paksa.
Sejak masa itu, Ciburuy dan Cihanjuang sebagai sentra ronggeng perlahan memudar hingga kemudian generasi seni ronggeng sempat terputus karena mayoritas pelaku seni ronggeng sudah meninggal dunia. Seni ronggeng mulai dirintis kembali pada tahun 2010 oleh generasi yang baru, sebagai upaya melestarikan budaya di Ciburuy dan Cihanjuang Desa Purwaraja.
Selain situs makam Ronggeng di Desa Salakaria terdapat juga makam Buyut Ronggeng di Situs Gunung Salegok Desa Margajaya menambah indikasi bahwa di wilayah Kecamatan Sukadana persebaran seni ronggeng cukup pesat. Hingga wilayah Kecamatan Sukadana dikenal sebagai “Gudang seni” yang salah satu jenis seni yang berkembang ialah seni ronggeng.
Hingga di era 70-an seni ronggeng masih populer, ada beberapa grup yang ada di wilayah Kecamatan Sukadana diantaranya di Dusun Cariu Desa Sukadana dan di Desa Bunter. Di Dusun Cariu seni ronggeng identik dengan Hajat Bumi, juga di beberapa dusun terutama disekitar Cariu seperti Dusun Cisadap, Dusun Cibangban dan Dusun Sukarasa. Bahkan di beberapa Desa juga sering mementaskan ronggeng seperti Desa Salakria, Desa Ciparigi, dan Desa Bunter.
*) Penulis: Iwang R, Tim Penggiat Sejarah Sukadana