Menakar Potensi Biodiesel Sawit di Indonesia sebagai Alternatif Penurunan Emisi Global
- Dokpri
Mengacu pendapat Aryo Bhawono seorang pengamat lingkungan dalam kolomnya berjudul 'Ironi Biofuel Indonesia: Energi Minim Karbon Biang Deforestasi', bahwa pembukaan perkebunan kelapa sawit diperkirakan membutuhkan lahan sebesar 1,2 juta hektare, atau hampir seperempat dari total lahan perkebunan sawit di Indonesia.
Hal ini sebagai konsekuensi logis dari kebijakan pemerintah bahwa semua bahan bakar diesel harus mengandung campuran ini setidaknya 30 persen, yang memungkinkan porsinya akan naik menjadi 50 persen pada 2025.
Tentunya kebijakan ini mengarah pada tujuan untuk menekan polusi karbon di sektor transportasi yang selama ini menyumbang 13,6 persen dari total emisi di Indonesia, dan 45 persen dari total penggunaan energi, yang secara khusus dapat mengurangi emisi transportasi sebanyak 36 juta ton CO2 pada 2040.
Padahal hutan adalah salah satu sistem yang paling efektif untuk menyerap CO2 dari atmosfer, jauh dibandingkan tanaman untuk biofuel.
Mengganti hutan dengan hamparan tanaman sawit membuat justru kian meminimalisir penyerapan karbon dan meningkatkan efek gas rumah kaca, yang berkontribusi terhadap perubahan iklim.
Artinya perambahan hutan baru untuk mengembangkan perkebunan sawit akan menghasilkan emisi untuk setiap unit energi. Emisi ini jauh lebih banyak dibandingkan emisi solar.
Rekomendasi Strategi Pengembangan Kebijakan Biodiesel Sawit di Indonesia
Strategi pengembangan kebijakan biodiesel sawit di Indonesia telah mendapat rekomendasi untuk tahun 2020-2045, dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI melalui Pusat Penelitian Kebijakan dan Manajemen Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Inovasi.