Ada Sifilis dalam Puisi Chairil Anwar, Apa Maknanya?
- freepik.com
Mindset –Chairil Anwar adalah salah satu penyair Indonesia legendaris. Meninggal tahun 1949, puisi-puisinya yang relatif sedikit masih terus diajarkan, dibaca, dan dikritisi sampai saat ini.
Puisi-puisi Chairil Anwar mengembuskan nafas kebaruan pada puisi Indonesia yang sebelum dia masih didominasi oleh diksi-diksi dan puitika sastra Melayu.
Oleh sebab itu tidak mengherankan jika tradisi puitika dia kemudian diikuti oleh banyak penyair Indonesia setelah dia.
Selama ini salah satu puisi dia yang paling dikenal karena selalu ditemukan dalam buku teks pelajaran adalah puisi dia berjudul “Semangat” yang memuat ungkapan terkenal aku ini binatang jalang.
Akan tetapi ternyata dalam salah satu puisi dia yang lain Chairil malah pernah menuliskan kata sifilis. Berikut petikan puisi tersebut:
Ah hati mati dalam malam ada doa
Bagi yang baca tulisan tanganku dalam cinta mereka
Semoga segala sypilis dan segala kusta
(Sedikit lagi bertambah derita bom atom pula)
Ini buktikan tanda kedaulatan kami bersama
Terimalah duniaku antara yang menyaksikan bisa
Kualami kelam malam dan mereka dalam diriku pula.
Puisi Chairil Anwar tersebut berjudul “Aku Berkisar Antara Mereka” dan dipublikasikan pada tahun 1949.
Lalu apa makna sifilis dalam puisi Chairil Anwar tersebut?
Sifilis dalam Puisi Chairil Anwar
Sebagaimana biasa puisi Chairil Anwar cenderung lebih mudah dinikmati daripada ditafsirkan. Terkait puisi di atas, para kritikus memiliki tafsir yang berbeda-beda seperti misalnya tafsir Burton Raffel dan Boen S. Oemarjati.
Chairil Anwar menjalani hidup bohemian dan akrab dengan kehidupan malam bersama orang-orang yang tersisihkan di belantara kota Jakarta.
Salah satu tafsir puisi tersebut adalah gambaran karakter Aku yang memandang dirinya bagian dari kehidupan malam dengan orang-orang jalanan di kota.
Diksi sifilis dan kusta, dua jenis penyakit yang pada zaman dulu sering tertukar, menggambarkan dua penyakit kotor yang lekat dengan kehidupan malam dan dosa.
Sifilis biasa diidap oleh orang yang menjalani seks bebas, sementara kusta dalam pandangan agama samawi kerap dijadikan simbol azab.
Uniknya, dalam puisi Chairil, dua penyakit kotor tersebut justru dikatakan sebagai tanda kedaulatan kami bersama. Dalam baris sebelumnya disebutkan juga bahwa kami pulang tidak kena apa-apa.
Artinya, kehidupan malam yang kerap dianggap buruk justru menjadi simbol keberanian dan kebebasan eksistensi.
Aku dalam puisi tersebut menjadi gambaran sosok manusia yang menjalani hidup sesuai kehendak dia tanpa peduli kekangan moral ataupun agama.
Oleh sebab itu, kehidupan malam dia jalani, bergaul dengan orang-orang jalanan, dan terbukti meski kehidupan semacam itu berisiko tetapi dia tetap aman.
Demikian kira-kira salah satu tafsir singkat tentang diksi sifilis dalam puisi Chairil Anwar.