Fenomena LCGC dari Mobil Murah yang Kini Semakin Mahal, Kenapa Bisa?

Fenomena LCGC dari Mobil Murah yang Kini Semakin Mahal.
Sumber :
  • Cakra Motor

Mindset – Mobil Low Cost Green Car atau disingkat LCGC saat ini menjamur di Indonesia. Mobil yang awalnya termasuk harga murah, namun kini semakin mahal. Kenapa bisa? Yuk simak penyebabnya!

Kenapa Mobil Jepang Laris di Indonesia, Tapi Datsun Justru Gagal? Ini 6 Faktanya!

Pada awal 2000-an, memiliki mobil di Indonesia masih dianggap sebagai simbol kemewahan.

Harga mobil yang tinggi membuat hanya segelintir masyarakat menengah ke atas yang mampu memilikinya. Namun, semua itu mulai berubah seiring waktu. 

Honda Brio vs Toyota Agya, Mana Mobil LCGC Bekas yang Paling Worth It?

Seiring dengan membaiknya ekonomi nasional, berbagai produsen mobil meluncurkan model dengan harga lebih terjangkau, hingga akhirnya lahirlah segmen Low Cost Green Car (LCGC) pada 2013.

LCGC hadir sebagai solusi mobil murah dengan harga awal yang sangat terjangkau, seperti Honda Brio Satya yang dibanderol mulai dari Rp106 juta dan Toyota Agya yang dijual di bawah Rp100 juta. 

Pilih Mobil Eks Taksi atau LCGC Bekas? Ini Plus-Minus yang Wajib Diketahui Sebelum Menyesal!

Fenomena ini membawa mobil dari simbol kemewahan menjadi barang biasa yang dimiliki banyak orang.

LCGC: Solusi Mobil Ramah Lingkungan yang Mulai Kehilangan Makna

Program LCGC awalnya dirancang oleh pemerintah untuk mendorong produksi kendaraan yang ramah lingkungan serta terjangkau bagi masyarakat menengah ke bawah.

Namun, apakah semua tujuan ini berhasil tercapai? Sayangnya, visi kendaraan ramah lingkungan tersebut tidak sepenuhnya terwujud, karena banyak pemilik mobil LCGC yang menggunakan bahan bakar beroktan rendah. Seperti Premium atau Pertalite, yang tidak mendukung pengurangan emisi gas buang.

Dengan demikian, upaya untuk mengurangi polusi melalui LCGC mengalami hambatan.

Meskipun pada saat itu mobil-mobil ini memang berhasil memenuhi kebutuhan mobil murah bagi masyarakat luas.

Apa Penyebab Kenaikan Harga LCGC?

Namun, fenomena yang kita saksikan belakangan ini memperlihatkan bahwa LCGC tak lagi menjadi mobil murah seperti dulu.

Harga mobil-mobil LCGC, yang dulunya berada di bawah Rp100 juta, kini meroket hingga mendekati harga mobil non-LCGC.

Contohnya, Honda Brio di tahun 2024 kini dijual mulai dari Rp167 juta untuk versi manual, dan Toyota Agya pun kini berada di kisaran harga Rp170 jutaan.

Kenaikan harga ini bukan tanpa alasan. Beberapa faktor yang memengaruhinya antara lain:

1. Perubahan Kebijakan Pajak

Pada awal peluncuran LCGC, pemerintah memberikan insentif berupa pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Namun, kebijakan ini tidak lagi berlaku dan pajak kini dikenakan sebesar 5%.

Peraturan terbaru dari Kementerian Perindustrian juga menetapkan harga dasar LCGC maksimal Rp135 juta (tidak termasuk pajak daerah dan biaya lain), yang pada akhirnya meningkatkan harga jual kendaraan ini.

2. Inflasi dan Penyesuaian Harga

Kenaikan harga juga dipicu oleh inflasi yang terus meningkat dari tahun ke tahun, dengan kisaran kenaikan antara 2% hingga 10%.

Akibatnya, harga mobil LCGC terus merangkak naik, jauh dari label "murah" yang melekat padanya.

3. Penambahan Fitur dan Teknologi Keselamatan

Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya keselamatan berkendara, produsen pun menambahkan berbagai fitur keselamatan pada mobil LCGC, seperti teknologi transmisi otomatis, airbag, dan fitur pengereman yang lebih baik.

Meski penambahan fitur ini membuat kendaraan lebih aman dan nyaman, harga mobil LCGC tetap harus disesuaikan dengan batas kenaikan harga yang ditetapkan pemerintah, yaitu maksimal 10-15%.

4. LCGC yang Semakin Mahal: Masihkah Sesuai dengan Tujuan Awalnya?

Kini, dengan harga yang semakin tinggi, apakah LCGC masih layak disebut sebagai mobil murah? Banyak orang mulai mempertanyakan efektivitas program LCGC dalam memenuhi kebutuhan masyarakat menengah ke bawah.

Apalagi, dengan munculnya mobil-mobil non-LCGC dari produsen lain, termasuk produsen mobil Cina yang menawarkan harga lebih kompetitif dengan fitur lebih lengkap, LCGC mulai kehilangan daya tariknya.

Di sisi lain, fokus pemerintah saat ini tampaknya beralih pada kendaraan listrik, seiring dengan gencarnya subsidi dan promosi untuk mobil-mobil berbasis energi terbarukan.

Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah nasib LCGC akan berakhir seperti kendaraan listrik jika program tersebut juga dirasa tidak memberikan dampak yang signifikan? *AT