Pemilu dan Kebebasan untuk Memilih
- Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden - Mindset
Mindset – Ada pendapat menarik dari salah seorang pemikir kontemporer, Slavoj Žižek, tentang demokrasi. Dalam buku masterpis-nya, The Sublime Object of Ideology, dia mengatakan bahwa demokrasi memang memungkinkan terjadinya segala jenis manipulasi, korupsi, demagogi, dan semacamnya hal-hal yang jelas tidak kita harapkan. Akan tetapi pada momen kita menghapus kemungkinan bentuk-bentuk deformasi semacam itu, pada saat yang sama kita kehilangan demokrasi itu sendiri.
Dengan ungkapan lain, sejak awal demokrasi adalah sistem yang menyadari bahwa dirinya tidak memuat kesempurnaan.
Negeri kita sendiri sudah mengalami praktik berbagai demokrasi dari mulai demokrasi terpimpin era Soekarno, demokrasi pancasila era Soeharto, sampai demokrasi pasca-reformasi. Dalam ketiga fase itu saja kita menyaksikan praktik-praktik yang berbeda atas nama demokrasi.
Poin paling penting dari demokrasi pada dasarnya adalah kebebasan untuk memilih. Pemilu yang merupakan momen rakyat menjatuhkan pilihan pada calon pemimpin dan wakil mereka sudah berlangsung selama dua dekade ini secara demokratis.
Kita juga menyaksikan berbagai bentuk deformasi berlangsung dalam proses tersebut, dari mulai posisi partai politik yang semakin dominan sampai praktik uang.
Namun, di atas semua deformasi itu kita memilih tanpa tekanan dan pemilu kita dalam dua dekade terakhir bukan sandiwara seperti pernah terjadi pada masa Orde Baru.
Dengan pemilu semacam itu, partisipasi rakyat untuk ikut menyukseskan pemilu akan meningkat dan dengan itu pula kita boleh berharap bahwa sistem demokrasi kita kedepannya terus membaik.