Pemilu dan Kebebasan untuk Memilih

Cep Subhan KM.
Sumber :
  • Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden - Mindset

Mindset – Ada pendapat menarik dari salah seorang pemikir kontemporer, Slavoj Žižek, tentang demokrasi. Dalam buku masterpis-nya, The Sublime Object of Ideology, dia mengatakan bahwa demokrasi memang memungkinkan terjadinya segala jenis manipulasi, korupsi, demagogi, dan semacamnya hal-hal yang jelas tidak kita harapkan. Akan tetapi pada momen kita menghapus kemungkinan bentuk-bentuk deformasi semacam itu, pada saat yang sama kita kehilangan demokrasi itu sendiri. 

Apa Arti dan Perbedaan Quick Count, Real Count, dan Exit Poll dalam Pemilu Indonesia? Penting Tahu!

Dengan ungkapan lain, sejak awal demokrasi adalah sistem yang menyadari bahwa dirinya tidak memuat kesempurnaan.

Negeri kita sendiri sudah mengalami praktik berbagai demokrasi dari mulai demokrasi terpimpin era Soekarno, demokrasi pancasila era Soeharto, sampai demokrasi pasca-reformasi. Dalam ketiga fase itu saja kita menyaksikan praktik-praktik yang berbeda atas nama demokrasi. 

Ancaman Politik terhadap Socrates: Perspektif Keberlanjutan Demokrasi Athena pada Abad ke-4 SM

Poin paling penting dari demokrasi pada dasarnya adalah kebebasan untuk memilih. Pemilu yang merupakan momen rakyat menjatuhkan pilihan pada calon pemimpin dan wakil mereka sudah berlangsung selama dua dekade ini secara demokratis.

Kita juga menyaksikan berbagai bentuk deformasi berlangsung dalam proses tersebut, dari mulai posisi partai politik yang semakin dominan sampai praktik uang. 

Socrates dan Lingkaran Skandal Keagamaan, Peran Intelektual dalam Krisis Demokrasi Athena

Namun, di atas semua deformasi itu kita memilih tanpa tekanan dan pemilu kita dalam dua dekade terakhir bukan sandiwara seperti pernah terjadi pada masa Orde Baru.

Dengan pemilu semacam itu, partisipasi rakyat untuk ikut menyukseskan pemilu akan meningkat dan dengan itu pula kita boleh berharap bahwa sistem demokrasi kita kedepannya terus membaik. 

Halaman Selanjutnya
img_title