Memutus Mata Rantai Kemiskinan Melalui PKH Sebagai Upaya Membangun Bangsa dan Kemanusiaan

Nunu Nugraha - pendamping Sosial PKH,
Sumber :
  • Mindset.viva.co.id

Mindset – Menukil pernyataan Moeslim Abdurrahman, yang menyebutkan bahwa kemiskinan lahir bukan karena malas bekerja. Justru banyak di antara mereka (miskin) adalah mereka yang sibuk bekerja selama 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu. Artinya apa, mereka yang miskin sama sekali tidak merasakan libur dan sibuk dengan kerja dan kerja!

Resmi Dilantik, 160 Anggota PPK Siap Sukseskan Pilkada Kuningan 2024

Apa sebabnya? masih kata Abdurahman (2007), bahwa katanya mereka menjadi miskin karena kondisi nasional dan global yang tidak memungkinkan mereka untuk bangkit dari kemiskinannya. Ekonomi terlampau dipegang kekuasaan dan hanya dinikmati segelintir elite saja. Sehingga bagi yang lemah, mereka akan seketika ter-marginalkan. Dengan kata lain, Abdurrahman menyebutnya sebagai mustadh’afin--yaitu mereka yang terlahir dari struktur kapitalisme nasional dan global yang tidak adil.

Ah, narasi-narasi di atas nyaris terasa benar dan bahkan benar sekali. Jika dilihat secara sepintas atau hanya memakai sudut pandang yang sempit. Terlebih ketika disandingkan dengan data kemiskinan bangsa Indonesia. Seperti dirilis BPS per Maret 2022, dimana angka kemiskinan Indonesia berjumlah 26,16 juta orang. Kendati ada sedikit penurunan dari tahun sebelumnya. Namun angka tersebut tetap mencengangkan, mengingat narasi pemerintah yang selama ini menggaungkan kesejahteraan dirasa jauh dari harapan. Begitu sebagian kita memandang.

Kemiskinan lahir karena ketidakadilan

Profil Grace Natalie, Dari Jurnalis ke Politikus: Jejak Karir Hingga Jadi Stafsus Presiden Jokowi

Sayang, anggapan yang demikian atau lebih tepatnya yang berkiblat pada pernyataan Moeslim Abdurrahman, dalam pengamatan saya dirasa kurang tepat. Kemiskinan lahir karena ketidakadilan dan dosa sosial nasional maupun global, memang nyaris benar. Tetapi tidak adil rasanya memposisikan hal itu atau mungkin memvonis bahwa memang pemerintah tidak adil dan berpihak pada kaum marginal atau mustadh’afin itu tadi--ditengah gelontoran dana dari pemerintah ke daerah melalui berbagai program, termasuk bantuan sosial.

Bukankah itu pertanda kehadiran dan keberpihakan pemerintah? Dalam hati kecil, tentu Anda akan menjawab iya. Meski tidak lantas Anda kemukakan secara lisan karena kadung menasbihkan diri sebagai pembenci pemerintah, misal. Terlebih Anda telah bersipaham, bahwa pernyataan Moeslim Abdurrahman sepenuhnya benar.

Program Keluarga Harapan (PKH)

3 Kecamatan di Kabupaten Ciamis Ini Ternyata Tidak Ada Indomaret dan Alfamart, Dimana Saja?

Perlu diketahui, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Sosial RI pada tahun 2007 lalu, meluncurkan Program Keluarga Harapan (PKH)--yaitu program pemberian bantuan bersyarat kepada keluarga miskin di mana penerimanya disebut dengan keluarga penerima manfaat (KPM). Dikatakan bantuan bersyarat, karena pemberian bantuan tersebut tidak hanya diberikan secara cuma-cuma, akan tetapi penerimanya berkewajiban untuk mengakses layanan kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan sosial.

Selain itu, dalam perjalanannya program keluarga harapan (PKH) telah banyak melakukan transformasi besar. Tentu perbaikan perbaikan itu dilakukan guna mempercepat dan mengurangi angka kemiskinan, atau meminjam istilah Moeslim Abdurrahman, secara sederhananya menolong mustadh’afin. Di mana dalam PKH ada pendamping-pendamping yang ditugaskan untuk mengawal dari hulu ke hilir bantuan tersebut tidak hanya memastikan bantuan tersalur, tetapi lebih jauh, para pendamping mendapat tugas untuk mentransfer pengetahuan kepada keluarga penerima manfaat (KPM) melalui Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) atau family development session (FDS) yang dilaksanakan sebulan sekali kepada tiap kelompok penerima bantuan PKH.

P2K2 upaya mungubah mindset KPM

Menariknya, dalam pertemuan peningkatan kemampuan keluarga (P2K2), pendamping sosial PKH harus menyampaikan modul modul atau materi yang telah ditentukan Kementerian Sosial RI. Tentu saja pendamping telah di diklat terlebih dahulu di Kementerian Sosial. Para Pendamping pun telah dibekali dengan ilmu yang memadai untuk kemudian ditransfer kepada KPM.

Tujuan daripada pertemuan ini adalah untuk mengubah mindset atau pola pikir KPM. Berubah dari kebiasaan lama, mendatangkan paradigma baru. Utamanya mendorong kearah yang lebih baik dan mampu mendorong mereka untuk keluar dari kemiskinan. Terlebih, disampaikan dalam modul tersebut seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, kesejahteraan sosial dan penanganan stunting. Jika dimaksimalkan tentu ini akan sangat berefek baik bagi para KPM.

Maka, narasi yang ditawarkan oleh Moeslim Abdurrahman, nyaris tidak relevan meski bisa jadi sedikit mengena. Tetapi apa yang ditawarkan pemerintah, melalui program keluarga harapan (PKH) mampu membantah narasi di atas. Pemerintah betul betul hadir ke tengah masyarakat marginal atau kaum mustadh’afin tidak hanya memberikan bantuan, tetapi lebih jauh, pemerintah memperhatikan masa depannya. Program PKH adalah jawaban dan cara pemerintah dalam memutus mata rantai kemiskinan, memanusiakan manusia sekaligus membangun bangsa.

Kolaborasi Penta Helix dalam memutus mata rantai kemiskinan

Upaya pemerintah dalam memutus mata rantai kemiskinan akan lebih mantap ketika dikolaborasikan dengan berbagai unsur, utamanya yang mempunyai tujuan yang sama; memanusiakan manusia dan membangun bangsa. Kolaborasi semacam itu dikenal dengan sebutan penta helix.

Penta helix dapat dijadikan alat yang pas untuk oleh pemerintah dalam upaya memutus mata rantai kemiskinan. Sebab dalam pentahelix, setidaknya akan melibatkan 5 unsur yang dapat berkolaborasi. Seperti akademik (pendidikan), bussiness (usaha), community (komunitas/kelompok), government (pemerintah) dan media.

5 jalan kolaborasi itu seirama dengan semangat gotong royong yang sejatinya telah menjadi identitas kita sejak lama. Tinggal bagaimana kita mau memupuk semangat gotong royong itu untuk selalu dipraktikan dalam kehidupan, dimana kita ada untuk saling mengisi, saling mendukung satu sama lain sehingga tercipta kesejahteraan untuk semua.

Praktek nyata gotong royong itu salah satunya telah dipraktekkan di Ciamis. Dimana salah satu Program Pemerintah dalam upaya memutus mata rantai kemiskinan melalui Kementerian Sosial RI dalam Program Keluarga Harapan (PKH), di Ciamis telah mempraktekkan semangat gotong royong atau Penta Helix atau kolaborasi dengan membentuk 7 Skema Kreatif untuk kesejahteraan para keluarga penerima manfaat (KPM) dan keluar dari belenggu kemiskinan yang mendera.

 

*) Oleh Nunu Nugraha, S.Sy. Pendamping Sosial PKH Kecamatan Rajadesa Kabupaten Ciamis.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi Mindset.viva.co.id