Mengapa Kitab Kuno Fathul Izar "Topik Mitos Seks" Masih Dipertahankan di Pesantren? Ini Penjelasanya

Mengapa Kitab Kuno Fathul Izar "Topik Mitos Seks".
Sumber :
  • YouTube/Guru Gembul

Mindset – Kitab kuning atau kitab klasik menjadi salah satu bagian dari tradisi pendidikan di pesantren-pesantren Indonesia. Salah satu yang cukup kontroversial adalah kitab Fathul Izar

Yamaha E01, NMAX Versi Listrik: Apakah Worth It untuk Mobilitas Sehari-Hari?

Dikenal sebagai kitab yang membahas hubungan seksual dalam perspektif Islam, kitab ini masih dipelajari di banyak pesantren meskipun isinya sering kali dipertanyakan oleh masyarakat modern. 

Dalam video terbaru di kanal YouTube-nya, Guru Gembul, seorang tokoh kritis dalam kajian Islam, menjelaskan alasan di balik tetap dipertahankannya kitab ini dan mengapa kita perlu memahami konteksnya secara lebih mendalam.

Apa itu Kitab Fathul Izar?

Review Lengkap Electrum H3, Motor Listrik Sporty yang Ringan dan Lincah Pilihan Abang Ojol"

Kitab Fathul Izar adalah sebuah naskah yang berisi penjelasan tentang hubungan seksual dalam pandangan Islam. 

Menurut Guru Gembul, kitab ini dianggap sebagai semacam "sex education" ala Islam, membahas tata cara, waktu, dan adab dalam berhubungan suami istri. 

Pelajaran Kepemimpinan dari Buku "Leader Shirtless": Menginspirasi, Menggerakkan, dan Nilai

Kitab ini dikenal karena menyertakan banyak panduan yang bersifat tradisional, bahkan mistis, seperti kepercayaan tentang dampak waktu berhubungan terhadap sifat anak yang akan lahir.

Kritik Guru Gembul: Mitos dan Kenyataan

Guru Gembul mengkritisi isi dari Fathul Izar yang dianggapnya penuh dengan mitos yang tidak memiliki dasar ilmiah maupun dalil kuat dalam Islam. 

Contoh yang ia sebutkan adalah anggapan bahwa melakukan hubungan di waktu tertentu dapat mempengaruhi sifat dan nasib anak yang dilahirkan. 

Menurutnya, ajaran seperti ini lebih condong ke arah kepercayaan mistik daripada landasan agama atau sains.

"Ini adalah indikasi kuat tentang betapa kaum muslimin tidak lagi bisa melahirkan karya-karya yang sangat luar biasa. Sesuatu yang bukan Islam bisa dianggap sebagai Islam, bisa disakralkan, dibela mati-matian," tegas Guru Gembul dikutip MindsetVIVA dari Channel Youtube Guru Gembul, Jumat (18/10).

Mengapa Kitab  Fathul Izar Masih Dipelajari?

Lantas, mengapa kitab yang kontroversial ini masih diajarkan di pesantren? 

Menurut Guru Gembul, hal ini berkaitan dengan tradisi dan kebiasaan yang sudah mengakar dalam pendidikan Islam di Indonesia.

Banyak orang masih menganggap kitab ini sebagai bagian dari pendidikan adab dan budaya yang harus dihormati. 

Namun, Guru Gembul menilai bahwa sakralisasi terhadap kitab seperti ini menghambat kemajuan. 

“Ketika kita mensakralkan sesuatu yang sebenarnya hanya merupakan produk budaya, kita menutup pintu untuk diskusi dan kritik,” ujarnya. 

Ia menambahkan bahwa di dalam tradisi Islam sendiri, tidak semua kitab harus disakralkan dan bisa dijadikan obyek diskusi akademis.

Tantangan Pendidikan Islam Modern

Pentingnya kritik dan dinamika dalam pendidikan Islam juga menjadi sorotan Guru Gembul. Ia menyebut contoh bagaimana peradaban Barat berhasil berkembang karena mereka dinamis dan berani mengkritik tokoh-tokoh besar di masa lalu. Hal ini berbeda dengan beberapa kalangan Muslim yang cenderung mempertahankan status quo dan enggan melakukan revisi terhadap tradisi yang sudah ada. 

“Kita tidak boleh mensakralkan apa yang menjadi produk budaya manusia. Yang disakralkan hanyalah Al-Quran dan hadis,” tegas Guru Gembul. 

Ia berharap pesantren-pesantren bisa lebih terbuka dalam menerima metode pendidikan yang lebih modern dan ilmiah, terutama dalam hal sex education yang bisa didasarkan pada penelitian kesehatan dan psikologi yang lebih relevan dengan kondisi saat ini.

Mengkritisi Bukan Berarti Melawan

Guru Gembul menggarisbawahi pentingnya memisahkan antara kritik konstruktif dengan penghinaan. Ia menyarankan agar semua pihak lebih terbuka terhadap kajian ulang terhadap kitab-kitab klasik. 

Hal ini bukan berarti menentang tradisi, tetapi lebih pada upaya untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman dan kebutuhan pendidikan yang lebih rasional dan modern.

Kitab Fathul Izar mungkin akan terus menjadi bagian dari kurikulum pesantren, tetapi kritik dari tokoh seperti Guru Gembul menunjukkan bahwa sudah saatnya dilakukan refleksi mendalam terhadap konten yang diajarkan. Pendidikan Islam yang maju adalah pendidikan yang mampu beradaptasi tanpa harus kehilangan esensinya. Dengan demikian, diskusi terkait Fathul Izar ini bisa menjadi langkah awal untuk memahami seksualitas dalam Islam dengan cara yang lebih ilmiah dan empatik.*RCH