Swaplagiarisme, Ini Bedanya dengan Plagiarisme dan Contoh-Contohnya

Ilustrasi Plagiarisme
Sumber :
  • freepik.com

Mindset –Setiap orang terpelajar pasti sudah tahu apa itu plagiarisme atau plagiat. Di sekolahan pun sejak dini para pelajar biasanya sudah diajarkan bahwa plagiarisme harus dihindari. 

Link Video Despita Bogor Viral di TikTok Sampai Twitter, Dari Aksi Joget Hingga Endorsement Produk

Plagiarisme sama dengan menjiplak. Bermula dari hal-hal kecil misalnya menjiplak jawaban teman saat ulangan, itu sudah termasuk plagiarisme.

Kemudian di masa-masa kuliah, level plagiarisme biasanya lebih tinggi. Kasus yang paling umum adalah mahasiswa menjiplak tulisan orang lain.

11 Karakteristik Sastra Islam Menurut MUI, Termasuk Manusiawi dan Realistis

Tetapi plagiarisme pun bukan hanya murni menjiplak keseluruhan atau sebagian karangan.

Ketika kita mengambil hanya 1 paragraf saja dari karangan orang tanpa mencantumkan sumber maka kita sudah melakukan plagiarisme. 

Misi Hendro Yulius Putro, Mewujudkan Generasi Muda Teknologi-Savvy Melalui AWG Robotic Course

Plagiarisme terlarang baik secara etik maupun secara hukum. Melakukan plagiarisme sama dengan melanggar undang-undang Hak Cipta.

Di kita, UU Hak Cipta adalah UU No. 28 Tahun 2014. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan semua hal terkait hak cipta, termasuk bagaimana hukumnya melanggar hak cipta. 

Pengertian Swaplagiarisme dan Contohnya

Ilustrasi Hak Cipta

Photo :
  • freepik.com

Nah, selain plagiarisme, ada istilah lain disebut swaplagiarisme. Apa pengertian swaplagiarisme dan seperti apa contohnya?

Swaplagiarisme atau swaplagiat adalah terjemahan dari self plagiarism. Artinya secara literal adalah memplagiat atau menjiplak karya sendiri.

Bagaimana bisa kita memplagiat karya kita sendiri? Sepintas memang tampak aneh ya Sobat Mindset, tetapi pada dasarnya swaplagiarisme juga sangat sering terjadi.

Contoh swaplagiarisme atau swaplagiat misalnya ketika kita sudah pernah menulis satu karangan ilmiah kemudian mengutip karangan tersebut tanpa mencantumkannya sebagai sumber.

Dengan demikian, sebagaimana plagiarisme, swaplagiarisme pun pertama-tama adalah pelanggaran etika atau moral. 

Ilustrasi orang sedang berfikir.

Photo :
  • Freepik.com

Beda plagiarisme dengan swaplagiarisme adalah objek yang dicuri. Plagiarisme mencuri dan melanggar hak orang lain.

Sementara pada swaplagiarisme objeknya karya kita sendiri, maka persoalannya lebih merupakan persoalan ketidakjujuran kita. 

Akan tetapi, swaplagiarisme juga kemudian melanggar hak ekonomi. Hak ekonomi itu bagian dari hak cipta yang diatur undang-undang bersama dengan hak moral.

Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan keuntungan finansial dari karya terkait. Hak dari karya itu bisa dialihkan.

Ketika kita misalnya mengirimkan karangan ke media atau jurnal, maka kita mengalihkan hak ekonomi tersebut ke media atau jurnal terkait.

Kita pertama-tama mendapatkan keuntungan finansial dari karya terkait, tetapi media atau jurnal juga mendapatkan keuntungan dari karya itu.

Jika kemudian kita melakukan swaplagiarisme karangan tersebut, maka kita sudah melanggar hak ekonomi karya kita yang sudah dialihkan untuk sementara ke media atau jurnal itu. 

Ilustrasi uang rupiah.

Photo :
  • Unplash.com

Ini yang kerap tidak kita sadari. Kita misalnya bisa dengan mudah mengatakan bahwa kenapa kita dianggap tidak boleh seenak kita menggunakan atau mengutip karya kita sendiri.

Padahal problemnya itu tadi, swaplagiarisme melanggar hak ekonomi karya kita yang sudah kita alihkan untuk sementara kepada pihak lain. 

Maka sementara plagiarisme bisa mencakup karangan-karangan tebal termasuk misalnya skripsi atau bahkan tesis, swaplagiarisme biasanya terjadi pada karangan-karangan kecil. 

Sebagai contoh, swaplagiarisme mungkin terjadi pada artikel kita yang sudah dimuat di satu media atau jurnal, kemudian kita edit dan kirim ulang ke artikel atau jurnal lain.

Peristiwa semacam itu semakin mungkin terjadi di masa sekarang yang merupakan era digital

Selain itu, baik plagiarisme ataupun swaplagiarisme bisa terjadi bukan hanya di ranah akademis, tetapi juga di ranah sastra. 

Sebagai contoh plagiarisme sastra, sastrawan sekaligus ulama besar penulis Tafsir Al Azhar, Buya Hamka dulu pernah dituduh melakukan plagiarisme novel oleh pihak Lekra. 

Buya Hamka dan Tafsir Al-Azhar Karyanya

Photo :
  • Istimewa

Contoh-contoh yang lebih baru adalah plagiarisme dan swaplagiarisme cerpen, misalnya swaplagiarisme cerpen Risda Nur Widia tahun 2021 dan swaplagiarisme Martin Aleida tahun 2023.

Contoh lainnya adalah plagiarisme cerpen Edy Firmansyah tahun 2022. Dia memplagiat cerpen Iksaka Banu. 

Demikian penjelasan ringkas tentang plagiarisme dan swaplagiarisme akademis dan sastra berikut contoh-contohnya, Sobat Mindset.