Seni Ronggeng dan Asal Usul Persebarannya di Kecamatan Sukadana

Ronngeng
Sumber :
  • Tim Penggiat Sejarah Sukadana

Mindset – Ronggeng sebagai seni tarian rakyat telah hidup di Tanah Jawa sejak abad ke-15 (1400-1500 M), Kesenian ini merupakan tarian pergaulan. Sejarah ronggeng bisa dikatakan sama tuanya dengan jejak kehidupan agraris di pulau Jawa. Letnan Gubernur Jendral Inggris di era 1811-1816 Sir Thomas Stamford Raffles menulis dalam The History of Java, bahwa ronggeng adalah tradisi populer di kalangan petani Jawa saat itu.

Warisan Kontroversial Lenin: Larangan Faksi dan Dampaknya dalam Sejarah Partai

Kedekatan petani dan ronggeng tak lepas dari keyakinan, bahwa tarian itu awalnya adala ritual pemujaan terhadap dewi kesuburan atau Dewi Sri. Pada perkembangannya di tiap daerah, sebutan untuk tarian ronggeng berbeda beda, di Pantai Utara Jawa disebut dombret dan sintren, di Jawa barat dikenal sebutan tayub, khusus di Ciamis dan sekitarnya ada ronggeng Gunung, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dikenal dengan sebutan lengger, tayub dan ledhek gandrung.

Kata ronggeng diyakini dari kata “Renggana”, dari bahasa Sanksekerta yang berarti “Perempuan Pujaan”. Pada zaman penjajahan Belanda, pertunjukan ronggeng dihadirkan untuk menghibur para tukang kebun dan tentara. Seni Tari ini identik dengan sosok perempuan penggoda.

5 Destinasi Wisata Populer di Ciamis, Situ Lengkong Panjalu di Posisi Ini!

Menurut Anis Sujana (2015) seorang peneliti budaya menyatakan bahwa terdapat oknum-oknum yang memelintir makna dari pertunjukan ronggeng. “Cara penonton menyawer dengan diselipkan ke dada para penari, hiburannya pun tidak lagi sekedar menonton, tetapi bisa meraba,” Namun satu akar yang menyebabkan ronggeng mengalami penyempitan makna adalah praktik prostitusi yang diselenggarakan setelah pertunjukan selesai.

Memang beberapa oknum menyalahgunakan kesenian ini sampai akhirnya ronggeng dikenal sebagai pelacuran. Ada dua jenis ronggeng yang paling popular di Tatar Galuh Ciamis yaitu ronggeng tayub/kaleran/amen dan ronggeng gunung. Diantara kedua jenis ronggeng tersebut, jenis ronggeng yang lebih populer adalah ronggeng tayub. Jenis ronggeng ini lebih digemari oleh masyarakat karena dianggap lebih menghibur.

Mengenal 5 Motif Batik Ciamis: Sentuhan Kreativitas dari Kerajaan Galuh

Seni ronggeng tayub pada masa itu lebih banyak mengumbar pesona penari ronggeng, bahkan sang penari ronggeng bisa diajak kencan oleh para pejabat ataupun konglomerat. Dalam pertunjukannya pun tidak lepas dari pengaruh minuman-minuman keras, sudah lazim para pengunjung ikut menari dalam keadaan mabuk. Selain identik dengan kemaksiatan, Pandu Radea menambahkan bahwa seni ronggeng tayub yang datang dari daerah Mataram juga terkadang disusupi oleh mata-mata.

Mata-mata ini bertujuan untuk menggali informasi dari daerah tempat ronggeng tayub di tampilkan, hal ini berkaitan dengan politik Mataram dalam upaya menguasai wilayah Galuh. Pandu Radea juga menambahkan, "Ronggeng tayub masuk ke wilayah Tatar Galuh karena adanya pengaruh Mataram". Jenis ronggeng tayub ini cukup popular di daerah-daerah perbatasan, mulai dari Dayeuhluhur (Cilacap), Rajadesa, Tambaksari, Rancah, hingga Sukadana.

Seni Ronggeng Masuk ke Sukadana

 

Peta Ronggeng

Photo :
  • -

 

Adanya situs makam ronggeng menjadi indikasi awal masuk seni ronggeng ke wilayah Kecamatan Sukadana khususnya Desa Salakaria, di situs tersebut dimakamkan seluruh rombongan ronggeng amen yang meninggal setelah tampil di Kampung Pasirnagara Desa Salakaria. Berdasarkan keterangan dari Kaswa (12/10/2017) selaku sesepuh dan mantan kuncen situs makam ronggeng, rombongan ronggeng tersebut ternyata berasal dari sebuah kampung yang bernama Cihanjuang dan Ciburuy, yang pada masa itu masuk ke wilayah Desa Andapraja (Sekarang termasuk Desa Purwaraja) Rajadesa.

Berdasarkan penelusuran langsung ke Desa Purwaraja, Kecamatan Rajadesa, menurut Kiki Aprilia Barokah, selaku Pamong Budaya Kecamatan Rajadesa, mengatakan memang betul bahwa dulu daerah Ciburuy dan Cihanjuang merupakan sentra seni Ronggeng. Tetapi mayoritas pemain ronggeng dan nayaganya adalah pendatang yang berasal dari daerah Dayeuhluhur, Cilacap, Jawa Tengah.

Mereka datang dengan menyebrangi sungai Cijolang dan kemudian bermukim sementara di Ciburuy dan Cihanjuang. Setelah berbaur dengan masyarakat, lambat laun diantaranya ada yang ikut menjadi anggota rombongan ronggeng.

Ciburuy dan Cihanjuang sebagai sentra kesenian ronggeng mengalami masa keemasan pada sekitar tahun 1700-an. Bagi rombongan ronggeng yang datang dari Jawa Tengah tersebut, daerah Ciburuy dan Cihanjuang dianggap daerah yang paling aman, mereka tidak berani bermukim di wilayah lain di Rajadesa karena masyarakat disebagian besar wilayah Rajadesa adalah muslim yang taat yang tidak menyukai kehadiran seni Ronggeng.

Ronggeng yang bermukim di Ciburuy dan Cihanjuang tersebut biasanya pentas dengan mengamen dari suatu tempat ke tempat lain, termasuk ke daerah Salakaria. Pada masa awal pemerintah Hindia Belanda menerapkan sistem Cultuurstelsel atau sistem tanam paksa di priangan sekitar tahun 1790 M, salah satu tanaman yang wajib ditanam di Rajadesa adalah kopi.  Tanam paksa kopi juga berlaku untuk daerah Ciburuy, Cihanjuang dan sekitarnya.

Pada masa ini banyak orang-orang belanda yang bertugas sebagai pengawas di perkebunan. Entah apa alasannya petugas-petugas Belanda tersebut mengusir para anggota ronggeng. Mungkin karena mereka bukan penduduk setempat yang tidak bisa dilibatkan dalam sistem tanam paksa.

Sejak masa itu, Ciburuy dan Cihanjuang sebagai sentra ronggeng perlahan memudar hingga kemudian generasi seni ronggeng sempat terputus karena mayoritas pelaku seni ronggeng sudah meninggal dunia. Seni ronggeng mulai dirintis kembali pada tahun 2010 oleh generasi yang baru, sebagai upaya melestarikan budaya di Ciburuy dan Cihanjuang Desa Purwaraja.

Selain situs makam Ronggeng di Desa Salakaria terdapat juga makam Buyut Ronggeng di Situs Gunung Salegok Desa Margajaya menambah indikasi bahwa di wilayah Kecamatan Sukadana persebaran seni ronggeng cukup pesat. Hingga wilayah Kecamatan Sukadana dikenal sebagai “Gudang seni” yang salah satu jenis seni yang berkembang ialah seni ronggeng.

Hingga di era 70-an seni ronggeng masih populer, ada beberapa grup yang ada di wilayah Kecamatan Sukadana diantaranya di Dusun Cariu Desa Sukadana dan di Desa Bunter. Di Dusun Cariu seni ronggeng identik dengan Hajat Bumi, juga di beberapa dusun terutama disekitar Cariu seperti Dusun Cisadap, Dusun Cibangban dan Dusun Sukarasa. Bahkan di beberapa Desa juga sering mementaskan ronggeng seperti Desa Salakria, Desa Ciparigi, dan Desa Bunter.

 

*) Penulis: Iwang R, Tim Penggiat Sejarah Sukadana

*) Artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis