3 Mufasir Indonesia tentang Ayat Poliandri, Hukumnya Haram Tanpa Kompromi

Ilustrasi Poliandri
Sumber :
  • Pixabay / Annallarionova

Mindset –Isu poliandri mendadak ramai belakangan akibat viralnya kasus poliandri yang dilakukan oleh Siti Haji Geulis. Dia melakukan poliandri dengan memiliki suami dua orang dan konon masih rencana ditambah lagi. 

Tafsir Cabul Rabi Yahudi dalam Talmud, Nabi Adam Pelaku Bestialitas

Hukum poliandri berdasarkan hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia sudah jelas tidak sah. Hal tersebut didukung pula oleh hukum Islam yang merujuk kepada Al-Qur’an. 

Ayat poliandri di dalam Al-Qur’an adalah ayat 24 Surah An-Nisa. Dalam ayat tersebut secara eksplisit disebutkan bahwa diharamkan menikahi perempuan-perempuan yang sudah bersuami.

Film Kiblat Kontroversial, Ini 3 Fakta Penting Kiblat Umat Islam

Surah An Nisa Ayat 24 dan Artinya

Photo :
  • Al-Quran Kemenag Edisi Penyempurnaan 2019

Artinya, di dalam Islam, dengan merujuk pada ayat tersebut, hukum poliandri sudah jelas haram, karena poliandri hanya mungkin terjadi dengan menikahi perempuan yang sudah bersuami. 

Selain Ayat DNA, dalam Al Quran Juga Ada Ayat Sidik Jari

Akan tetapi untuk lebih jelasnya, kita bisa membaca tafsir atau penjelasan terkait ayat tersebut dari beberapa mufasir. 

Berikut Mindset pilihkan penjelasan tentang ayat poliandri dari 3 mufasir legendaris Indonesia, yaitu Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Buya Hamka, dan Prof. Quraish Shihab

1. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, dalam Tafsir An-Nur

Surah An-Nisa ayat 24 dalam Tafsir An-Nur

Photo :
  • Tangkapan layar Tafsir An-Nur

Prof. Dr. (H.C.) Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy adalah mufasir kelahiran Aceh 1904 dan meninggal di Jakarta tahun 1975. Selain menulis Tafsir An-Nur, beliau juga sangat produktif menulis karangan di bidang hadis dan fikih. 

Nisbat Ash-Shiddieqy berasal dari genealogi beliau yang merupakan generasi ketigapuluh tujuh dari Abu Bakar Ash-Shiddiq. 

Tafsir An-Nur ditulis oleh Teungku Muhammad Hasbi dari tahun 1952-1961. Buku tafsir Al-Qur’an lengkap 30 Juz ini merupakan salah satu buku pelopor tafsir Al-Qur’an dalam bahasa Indonesia. 

Di dalam Tafsir An-Nur, Teungku Muhammad Hasbi menjelaskan pada bagian Surah An-Nisa ayat 24 bahwa menikahi perempuan yang sudah bersuami atau muhshanah hukumnya haram. 

Dalam penjelasan tersebut, Teungku Muhammad Hasbi juga memberi catatan penggunaan kata muhshanah dalam Al-Qur’an. 

Menurut beliau, kata tersebut di dalam Al-Qur’an dipakai untuk empat makna. Pertama, yang bersuami (An-Nisa ayat 23). Kedua, yang memelihara diri (An-Nisa ayat 23). Ketiga, yang merdeka (An-Nisa ayat 24). Keempat, yang memeluk agama Islam atau telah bersuami (An-Nisa ayat 24).

2. Buya Hamka, dalam Tafsir Al-Azhar

Buya Hamka dan Tafsir Al-Azhar Karyanya

Photo :
  • Istimewa
 

Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih populer dengan nama Hamka, merupakan mufasir kelahiran Sumatra Barat 1908 dan meninggal di Jakarta tahun 1981. Selain merupakan seorang ulama, beliau juga sastrawan terkenal Indonesia. 

Karya Buya Hamka dalam bidang tafsir adalah Tafsir Al-Azhar. Tafsir Al-Qur’an lengkap 30 juz tersebut beliau kerjakan saat beliau berada di dalam penjara akibat fitnah pada era Orde Lama.

Surah An-Nisa ayat 24 dalam Tafsir Al-Azhar

Photo :
  • Tangkapan layar Tafsir Al-Azhar
 

Di dalam Tafsir Al-Azhar, penjelasan Surah An-Nisa ayat 24 diberi judul “Tidak Boleh Mengawini Orang Bersuami”. 

Buya Hamka menjelaskan arti kata al-muhshanat yang digunakan di dalam ayat tersebut dan biasa diterjemahkan sebagai perempuan-perempuan yang telah bersuami

Menurut Buya Hamka, kata tersebut berasal dari akar kata yang berarti “yang telah dibentengi”. Dengan demikian, perempuan yang sudah memiliki suami dikatakan sudah dibentengi dalam artian berada dalam perlindungan suami. 

Berhubung dia sudah berada di dalam benteng, maka dia tidak boleh masuk ke dalam benteng lagi, dalam artian dia tidak boleh memiliki suami lagi. 

Buya Hamka juga menjelaskan bahwa perempuan-perempuan yang telah dibentengi semacam itu adalah perempuan baik-baik. Perempuan seperti itu tidak boleh dinikahi lagi baik dia beragama Islam ataupun agama lain. 

3. Quraish Shihab, dalam Tafsir Al-Mishbah

Tafsir Al-Mishbah karya Prof. Dr. Quraish Shihab

Photo :
  • mizanstore.com

Prof. Dr. AG. K.H. Muhammad Quraish Shihab, L.c., M.A. adalah ulama kelahiran Sulawesi 1944. Beliau pernah menjabat sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah (1992-1998) dan Menteri Agama Indonesia (1998). 

Prof. Quraish Shihab sangat produktif menulis buku tentang berbagai masalah keagamaan yang dibedah dari sudut pandang seorang mufasir. 

Dalam bidang tafsir, karya khusus beliau adalah Tafsir Al-Mishbah, sebuah tafsir Al-Qur’an lengkap sebanyak 30 juz. 

Di dalam Tafsir Al-Mishbah, Prof. Quraish Shihab menjelaskan bahwa Surah An-Nisa ayat 24 merupakan kelanjutan dari ayat sebelumnya, yakni menjelaskan tentang perempuan-perempuan yang tidak boleh dinikahi.

Surah An-Nisa ayat 24 dalam Tafsir Al-Mishbah

Photo :
  • Tangkapan layar Tafsir Al-Mishbah
 

Merujuk pada ayat tersebut, salah satu perempuan yang tidak boleh dinikahi adalah perempuan-perempuan yang sedang memiliki suami.

Selanjutnya, sebagaimana Buya Hamka, Prof. Quraish Shihab juga menjelaskan arti kata al-Mukhshanat atau perempuan-perempuan bersuami

Menurut Prof. Quraish Shihab, kata al-mukhshanat berasal dari akar kata hashana yang artinya terhalangi. Sebagai contoh, benteng disebut sebagai hishn karena ia menghalangi musuh masuk atau melintas. 

Maka perempuan-perempuan yang sedang memiliki suami atau al-mukhshanat adalah perempuan-perempuan yang terhalangi dan terlindungi dari kekejian. 

Dengan kata lain, perempuan-perempuan semacam itu merupakan perempuan-perempuan terhormat. Jika kita menikahi perempuan seperti itu maka sama saja artinya dengan melanggar kehormatan dia. 

Demikian ringkasan tafsir ayat poliandri di dalam Al-Qur’an merujuk pada 3 mufasir legendaris Indonesia. Semua tafsir tersebut menyepakati bahwa berdasarkan Surah An-Nisa ayat 24, hukum poliandri adalah haram.