Terjemahan Sunda Kasidah Burdah dari Ciamis yang Legendaris

Terjemah Kasidah Burdah karya Alm KH Ahmad Fadlil.
Sumber :
  • Istimewa

MindsetKasidah Burdah adalah salah satu karya sastra Islam yang sangat terkenal, diciptakan melalui proses mistis oleh penyair sekaligus ulama sufi Imam Bushiri. Baris-baris kasidah burdah yang merupakan bentuk puisi klasik Arab banyak dianalisis oleh akademisi. 

Baznas Ciamis Jadi Inspirasi Baitul Mal Aceh Selatan dalam Pengelolaan Zakat

Di luar lingkungan akademis, masyarakat umum juga sering melantunkannya dalam acara-acara tertentu, terutama pada saat peringatan Maulid Nabi. Banyak orang juga yang sampai hafal baris-barisnya yang kadang dimasukkan juga sebagai bagian dari zikir setelah salat. 

Di Ciamis pada abad 19, ada seorang kiai pejuang sekaligus pecinta sastra dan budaya lokal bernama K.H. Ahmad Fadlil. K.H. Ahmad Fadlil kemudian mendirikan pondok pesantren Cidewa pada tahun 1929. Kini pesantren tersebut dikenal sebagai pesantren Darussalam

Harga Tiket dan Ragam Fasilitas Taman Bunga Nusantara: Destinasi Favorit di Cianjur

K.H. Ahmad Fadlil meninggal pada tahun 1950. Kecintaannya terhadap sastra dan budaya lokal mewariskan terjemah kasidah Burdah dalam bahasa Sunda. Terjemahan tersebut biasa dicetak dengan kemasan sederhana dan menggunakan aksara pegon setebal 24 halaman. Di kampung-kampung di seantero Ciamis, baris-barisnya kerap dikumandangkan sebagai pupujian di masjid menjelang salat berjemaah. 

Terjemahan puisi berada pada level paling sulit dalam tradisi penerjemahan. Biasanya penerjemah harus memilih antara mengedepankan makna dengan mengorbankan nilai puitisnya, atau sebaliknya. 

Miranti Mayangsari Tepati Janji, Perbaikan Jalan Dusun Baros Ciamis Diwujudkan

Istimewanya, terjemahan kasidah Burdah yang K.H. Ahmad Fadlil lakukan mampu menyajikan aspek makna maupun aspek sastranya. Terjemahannya tidak menyimpang dari segi makna, sementara sisi puitisnya juga bisa dipertahankan. 

Sampai saat ini, di seantero wilayah Ciamis, terjemahan Sunda kasidah Burdah ini masih terus didendangkan. Bahkan cucu K.H. Ahmad Fadlil, Kiai Fadlil Yani Ainusyamsi, melakukan musikalisasi terjemahan tersebut dan mempergunakannya sebagai bagian dari terapi musik sufi.

Halaman Selanjutnya
img_title