Mobil Sejuta Umat vs Mobil Listrik: Siapa yang Lebih Tahan Nilai?

Ilustrasi Mobil Sejuta Umat vs Mobil Listrik.
Sumber :
  • Ist

  • Toyota Avanza (2015): Dari Rp200 juta, resale value-nya masih Rp128 juta pada 2024 (64% dari nilai awal).
  • Mitsubishi Xpander (2017): Dari Rp245 juta, resale value-nya sekitar Rp200 juta (82% dari nilai awal).
Mazda CX-80 Hadir dengan Mesin e-SkyActiv PHEV, Jarak Tempuh EV Mode hingga 65 Km

Faktor utama di balik performa ini adalah popularitas, daya tahan, dan biaya perawatan yang rendah, sehingga permintaan tetap tinggi di pasar mobil bekas.

Depresiasi Mobil Listrik: Tantangan Teknologi Baru

Mobil listrik menghadapi tantangan besar dalam menjaga nilai jual kembali. Contoh nyata adalah Hyundai Ioniq 5 dan Wuling Air EV yang kehilangan sekitar 20–30% dari nilai awalnya hanya dalam 1–2 tahun.

Denza D9, Mobil Tipe MPV Listrik Rp 950 Juta dengan Fitur Setara Jet Pribadi

Penyebab utama depresiasi tinggi mobil listrik:

  1. Inovasi Cepat: Teknologi mobil listrik berkembang pesat, membuat model lama cepat usang.
  2. Subsidi Pemerintah: Diskon pajak untuk pembeli baru membuat harga mobil baru lebih kompetitif, menekan harga mobil bekas.
  3. Biaya Baterai: Ketidakpastian tentang harga penggantian baterai di masa depan membuat pembeli mobil bekas ragu.
  4. Mobil Luxury: Pilihan untuk Penggemar, Bukan Investor

Mobil mewah seperti BMW dan Mercedes-Benz dikenal memiliki depresiasi tertinggi, terutama pada model sedan. Contohnya:

Halaman Selanjutnya
img_title
Dulu Dijuluki Mobil Sejuta Umat, Kenapa Toyota Avanza Kini Tidak Lagi Menjadi Mobil Terlaris di Indonesia?