Vonis Hukuman Mati Ferdy Sambo Ketinggalan Zaman, Benarkah?

Ilustrasi Hukuman Mati
Sumber :
  • freepik.com

Mindset –Di beberapa media kita menemukan informasi adanya pihak-pihak yang berkomentar kontra vonis hukuman mati untuk Ferdy Sambo. Salah satu pihak tersebut, sebagaimana dilansir Viva.co.id, Selasa (14/2/2023) adalah Amnesty International Indonesia melalui direktur eksekutifnya Usman Hamid. 

Usman Hamid memberi komentar panjang lebar tentang vonis hukuman mati Ferdy Sambo, termasuk dua poin bahwa “meski Sambo perlu dihukum berat, ia tetap berhak untuk hidup” dan bahwa “menghukum seseorang dengan vonis mati sudah ketinggalan zaman”. 

Pertanyaannya: benarkah vonis hukuman mati untuk terdakwa pembunuhan itu ketinggalan zaman? 

Hukuman mati bagi pembunuh masih diberlakukan sampai sekarang di berbagai negara, termasuk Indonesia. Di dalam Islam, hukuman seperti itu biasa disebut sebagai hukum Kisas, dengan dasar hukum ayat 178 Surah Al-Baqarah, dengan kemungkinan diganti membayar diat jika pihak korban memaafkan. 

Akan tetapi jika dirunut ke belakang, hukum tersebut juga merupakan hukum yang berlaku pada zaman Nabi Musa as. Informasi tersebut kita dapatkan dari ayat 45 Surah Al-Maidah yang selaras dengan penjelasan dalam Kitab Keluaran 21:12 dan 21:23-25. 

Dengan demikian, hukuman mati bagi pembunuh memang ketinggalan zaman karena Nabi Musa as diperkirakan hidup sekitar abad 14-13 SM. Kalau kita merujuk pada sejarah umum maka hukuman itu bahkan tampak lebih ketinggalan zaman lagi karena hukuman yang mirip, lex talionis, hukum pembalasan, juga ditemukan dalam Undang-Undang Hammurabi. 

Hammurabi, kita tahu, adalah Raja Babilonia yang memerintah dari tahun 1792-1750 SM, kira-kira merupakan era pasca-Nabi Ibrahim as. Siapa pun tentu akan mengakui bahwa jarak antara era tersebut dengan tahun 2023 sangat jauh sehingga terlepas dari konsekuensinya yang bisa melebar pada banyak hal “ketinggalan zaman” yang juga kita praktikkan sampai sekarang dalam berbagai ranah tanpa pernah kita permasalahkan, sah-sah saja jika kita kini menyebut hukum era tersebut ketinggalan zaman. 

Selanjutnya mari kita merunut kembali ke belakang pada kasus pembunuhan pertama yang terjadi di muka bumi, yaitu pembunuhan Habil oleh Qabil, mereka dua bersaudara putra Nabi Adam as. Rincian tentang motif tragedi kuna itu bisa kita kesampingkan dan mari kita fokus pada informasi yang disepakati oleh Al-Qur'an dan Alkitab bahwa terjadi pembunuhan dengan korban Habil dan terdakwa Qabil. 

Lalu apa hukuman yang ditimpakan kepada Qabil?

Bukan hukuman mati, bukan lex talionis, bukan hukum Taurat, bukan hukum Kisas. Dalam Arais al-Majalis karya Ats-Tsa’labi dikisahkan bahwa Nabi Adam mengusirnya dan dia pun pergi ke kota Aden, Yaman, membawa saudarinya yang menurut satu versi merupakan sebab terjadinya pembunuhan Habil: Iqlima. Dikatakan juga bahwa dia “tidak aman dari siapa pun yang melihatnya”, sebuah simbol sanksi sosial

Hukuman lainnya, salah satu tangannya dibuat menempel abadi pada paha dan kakinya, menghadap mengikuti pergerakan matahari. Dikatakan juga pada musim panas dia dikurung kerangkeng api, pada musim dingin kerangkeng es.  

Tidak jelas benar maksud dua sanksi terakhir yang itu, tetapi selain memaknainya sebagai hukuman dari Tuhan, kita juga bisa memaknainya sebagai tambahan sanksi sosial bahwa dia kemudian menjadi orang usiran abadi tanpa tempat yang tetap. 

Apa pun makna sanksi tersebut, satu hal yang jelas hak hidup Qabil dipertahankan tetapi dia diberi hukuman seberat-beratnya. Informasi tambahan yang analog tentang ini bisa kita temukan dalam Kitab Kejadian 4: 16 yang mengatakan Tuhan “menaruh tanda pada Kain [Qabil versi Alkitab]” supaya tidak ada siapa pun yang membunuh dia dan Tuhan menjamin bahwa siapa berani membunuh dia maka akan dibalas 7 kali lipat.    

Dengan kata lain, jika dikatakan bahwa hukuman mati untuk Ferdy Sambo ketinggalan zaman maka kita mau tidak mau memang harus mengakuinya. Akan tetapi pada saat yang sama kita juga harus mengakui bahwa hukuman alternatif yang dipandang lebih modern dan kekinian serta dianggap sebagai perkembangan maju dan terbaru terkait penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia, yaitu hukuman seberat-beratnya sambil tetap menjunjung tinggi hak hidup terdakwa pembunuhan dengan dasar hak tersebut merupakan non-derogable rights sebenarnya hukuman yang lebih ketinggalan zaman lagi, yaitu hukuman yang dipraktikkan pada masa Nabi Adam as terhadap Qabil/Kain. 

Baca Juga

Efektifkah hukuman masa Nabi Adam as. yang menjunjung tinggi hak hidup terdakwa pembunuhan itu? 

Kita tahu bahwa dari keturunan Qabil, pelaku pembunuhan yang tidak dirampas hak hidupnya dan hanya diberi hukum usiran abadi itu, lahirlah orang-orang yang kelak menjadi sasaran dakwah Nabi Nuh as: para pelaku kerusakan besar-besaran di muka bumi sampai-sampai setelah 950 tahun enggan berubah mereka akhirnya dihukum mati berjemaah dengan menggunakan air bah.