Krisis Mahasiswa dan Menara Gading Kampus

Fahmi G Priono, Pegiat Politik dan Demokrasi.
Sumber :
  • MindsetVIVA

Di tahun 2023 kata moral komitmen pada mahasiswa yang notabene merupakan representasi golongan muda justru menjadi sebuah problem sekaligus pertanyaan besar.

Namun, pada kenyataannya, saat ini kita dengan mudah menemui banyak mahasiswa dan organisasi mahasiswa, tetapi kesulitan menemukan moral di antara mereka.

Banyak mahasiswa yang secara usia tergolong sebagai anak muda, dengan fisik yang segar, kulit yang kencang, dan energi yang melimpah. Namun, pikiran mereka terkesan kurang tajam, ideologi mereka cenderung tidak mendalam, dan moralitas mereka terasa lemah dan tidak terjaga. 

 

Pada Kongres Pemuda tahun 1928, para intelektual muda alih-alih menjadi seorang intelektual muda yang ketika ia lulus akan menduduki jabatan-jabatan amtener (Pegawai Negeri Sipil Zaman Kolonial).

Sebaliknya, banyak dari intelektual muda yang berasal dari keluarga priyayi justru menolak posisi tersebut. Mereka lebih memilih untuk berjuang dan secara sukarela mengorbankan keuntungan pribadi mereka demi cita-cita bersama sebagai bangsa.

Pertanyaannya adalah, mengapa kita tidak lagi menemukan mahasiswa yang menjadi intelektual muda yang datang dengan semangat untuk mencapai cita-cita besar?

Bayangan kemajuan bangsa dan komitmen bersama terhadap cita-cita negara Indonesia sebagai bangsa yang dibangun dengan semangat gotong-royong memudar. Saat ini, lebih mudah bagi kita menemui legenda atau mitos seperti kuntilanak daripada menemukan mahasiswa yang mewarisi semangat Sumpah Pemuda.

Situasi ini berasal dari upaya pemfosilan para pemuda, terutama dalam konteks ini adalah mahasiswa sebagai intelektual muda.

Meskipun Hari Sumpah Pemuda diperingati setiap tahun, namun peringatan tersebut seringkali hanya menjadi acara seremonial yang tidak memiliki dampak nyata dan terkesan artifisial.