Dalem Lenggana, Penguasa Bangkelung Pembuat Meriam Kyai Guntur Geni Mataram
- Penggiat Sejarah Sukadana
Diceritakan Sunan Amangkurat dari Kesultanan Mataram hendak melebur “tembaga putih” dari Tunjung Bang untuk dijadikan sebuah bedil (meriam). Sunan mengumpulkan para Adipati dan menanyakan pada mereka siapa yang sanggup melebur tembaga putih. Tapi tidak ada seorang pun dari para Adipati yang sanggup melakukannya. Kemudian Sunan Amangkurat bertapa di “Kedaleman”. Dalam pertapaan itu beliau mendapat petunjuk bahwa yang akan mampu melebur tembaga itu adalah seseorang bernama Kyai Gandumayak sayang wedal (berasal/keturunan dari) Pajajaran.
Kemudian Susuhunan menanyakan kepada para Adipati apakah ada yang bernama Kyai Gandumayak. Ki Ngabehi Wiranagga dari Galuh menjawab “Benar Gusti! Ada, tepatnya di wilayah Bangkelung.” Setelah mendengar jawaban Ki Ngabehi, Sang Sunan memanggil Kyai Gandumayak dan ditanya kesnggupannya untuk melebur tembaga putih, jika tidak sanggup maka akan dipenggal kepalanya. Kyai Gandumayak menyanggupi dengan kompensasi ia akan mendapatkan tanah (wilayah) kekuasaan.
Susuhunan mengabulkan permintaan Kyai Gandumayak dengan memberi beberapa opsi yaitu tanah dari Wiranangga di Galuh, Pangeran Sutajaya di Gebang, dan Pangeran Rangga Gempol di Sumedang. Kemudian tembaga putih itu dilebur oleh Kyai Gandumayak dan dijadikan bedil dan dinamakan Guntur Geni. Setelah selesai membuat bedil diangkat oleh Sunan Amangkurat menjadi Lurah dan diberi gelar Lurah Trenggana yang mempunyai cacah 750 jiwa, serta ditempatkan di Bangkelung, wilayah Galuh dan diberi Layang Piteket (Surat Piagam).
Dalam naskah dijelaskan bahwa Sunan Amangkurat membuat pernyataan/maklumat yang berisi penitipan Lurah Trenggana kepada 3 Tumenggung, 4 Rangga, dan 5 Lurah Wangsa Raja dan juga kepada Kompeni supaya jangan sekali-sekali diganggu. Pernyataan Sunan Amangkurat dilanjutkan oleh penggantinya yaitu Kangjeng Sunan Dipati Puger. Beliau berkata ”Saya menitipkan Lurah Trenggana kepada 3 tumenggung, 4 rangga, dan 5 Lurah Wangsa Raja, Kapiten Jangkung, dan Kapiten Mayor. Jika terdapat anak cucu Lurah Trenggana di tanah kulon atau dimana-mana jangan diperlakukan sewenang-wenang atau diperkerjakan oleh kompeni karena tidak punya tanah. Barangsiapa menghilangkan anak ayamnya, memperkerjakannya kepada kompeni dan menganiayanya, saya doakan celaka, durhaka serta tidak punya umur untuk keturunannya.”
Lurah Trenggana di Bangkelung besar kemungkinan adalah Dalem Lenggana, namun karena faktor pelafalan kata dalam bahasa sunda bunyi “Tr” lebih terdengar dan terasa “L”, sehingga sebutan Trenggana menjadi Lenggana. Kemungkinan peristiwa yang menyangkut Lurah Trenggana/ Dalem Lenggana di Bangkelung terjadi pada masa Patih Wiranangga sekitar tahun 1625-1636 M atau sebelum Wiranangga menjadi Patih yaitu sekitar tahun 1613-1625 M.
Sementara itu mengenai bedil Guntur Geni yang dibuat Kyai Gandumayak, menurut sebuah artikel yang pernah dimuat Tribunnews Jogja menceritakan bahwa Bedil yang bernama Kyai Guntur Geni di Mataram ini merujuk pada sebuah meriam. De Graaf mencatat, Pancawura atau yang juga dikenal dengan nama Kyai Guntur Geni ini dibuat pada 1625, berdasarkan sengkalan dari akronim Pancawura (Pandita Catur Wuruk ing Ratu) yaitu 1-5-4-7 Tahun Jawa jika dikonversi menjadi 1625 Masehi.