3 Perempuan Durhaka dalam Al-Qur’an, 2 di Antaranya Istri Nabi

Ilustrasi Nabi Perempuan
Sumber :
  • Pixabay / Prabha_Creation388

Mindset –Perempuan bukan jenis kelamin kedua (second sex) dalam Islam. Banyak kisah perempuan agung yang bisa kita baca baik dalam Al-Qur’an maupun dalam hadis Nabi atau riwayat para ulama. 

4 Syarat Doa Dikabulkan, Ternyata Salah Satunya Mengonsumsi Makanan Halal

Akan tetapi selain para perempuan agung itu, Al-Qur’an juga mengisahkan beberapa perempuan durhaka. Kisah mereka disajikan sebagai contoh buruk yang harus dihindari, bukan ditiru. 

Berikut kisah 3 perempuan durhaka yang dikisahkan dalam Al-Qur’an dari zaman Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad saw. 

1. Istri Nabi Nuh as

Cuaca Panas Akibat Polusi Udara, Ini yang Harus Dilakukan Menurut Nabi

Ilustrasi Banjir Era Nabi Nuh

Photo :
  • Pixabay / pixundfertig

Istri Nabi Nuh as bernama Wailah, tetapi ada juga versi menyebutkan namanya Waligah. Kisah durhakanya istri Nabi Nuh as disinggung dalam Al-Qur’an berbarengan dengan istri Nabi Luth as. 

7 Orang yang di Hari Kiamat Dicuekin Tuhan, Termasuk Pelaku Onani dan Sodomi

Kisah mereka berdua disinggung dalam Surah At-Tahrim ayat 10 dan disebutkan sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. 

Keduanya disebut sebagai berkhianat kepada suami mereka dan oleh sebab itu diancam dengan siksa Allah Swt. berupa neraka Jahanam

Adapun pengkhianatan yang dia lakukan adalah tidak membenarkan dakwah Nabi Nuh as dan justru malah melakukan propaganda bahwa suami dia atau Nabi Nuh as itu orang gila. 

Selain mendapatkan ancaman neraka Jahanam kelak, istri Nabi Nuh as yang durhaka ini juga tidak termasuk pada penumpang bahtera Nabi Nuh as. Dia ikut tenggelam dalam air bah yang melanda kaum durhaka. 

2. Istri Nabi Luth as

Tiang Garam dekat Laut Mati, dipercaya Istri Nabi Luth.

Photo :
  • Wikimedia / Disdero

Istri Nabi Luth as bernama Walihah. Istri Nabi Luth as tidak beriman kepada suaminya, tetapi dia pura-pura beriman. Statusnya kemudian lebih merupakan mata-mata kaum Sodom di rumah Nabi Luth. 

Oleh sebab itu, satu pengkhianatan terkenal yang istri Nabi Luth as lakukan adalah dia membocorkan kedatangan tamu-tamu pria rupawan ke rumahnya kepada kaum Sodom. Adapun tamu-tamu tersebut sebenarnya merupakan malaikat yang mengabarkan azab bagi kaum Sodom.

Menurut para mufasir yang menafsirkan Al-Qur’an surah Al-Hijr ayat 65, istri Nabi Luth sebenarnya ikut meninggalkan negeri Sodom bersama Nabi Luth as, tetapi dia melanggar larangan menoleh ke belakang. 

Oleh sebab itulah dia ikut diazab bersama kaum Sodom. Sebagian periwayat mengatakan bahwa saat menoleh ke belakang itu dia kemudian berubah wujud menjadi tiang garam

3. Istri Abu Lahab

Api Melahap Kayu Bakar, analogi orang yang dengki

Photo :
  • Pixabay / BlancaElenda

Abu Lahab adalah salah seorang paman Nabi Muhammad. Dia adalah kakak Abdullah yang merupakan bapak Nabi Muhammad saw. 

Nama lengkap Abu Lahab adalah Abdul Uzza. Adapun dia diberi julukan Abu Lahab, artinya bapak api yang berkobar, disebabkan pipinya selalu tampak merah atau seolah terbakar. 

Abu Lahab terkenal sampai akhir hayatnya sebagai penentang Nabi Muhammad saw. dan Islam. 

Istri Abu Lahab bernama Arwa binti Harb bin Umayyah dan diberi gelar Ummu Jamil. Dia adalah saudari Abu Sufyan bapak Muawiyah bin Abi Sufyan. 

Bersama suaminya, Ummu Jamil adalah duo perintang dakwah Nabi Muhammad saw. Dia misalnya pernah menebarkan dahan penuh duri yang digunakan untuk merintangi jalan yang biasa Nabi Muhammad saw. dan para sahabat lalui saat malam sehingga mereka terluka. 

Saking kejinya penentangan duo suami istri ini terhadap dakwah Nabi Muhammad saw., Allah kemudian mengabadikan mereka dalam Surah Al-Lahab. 

Di dalam surah tersebut, istri Abu Lahab disebut sebagai hammalat al-hathab, secara harfiah bermakna pembawa kayu bakar, tetapi biasa diartikan tersirat sebagai penyebar fitnah. Oleh sebab itu, keduanya dijamin akan masuk neraka. 

Demikian kisah 3 perempuan durhaka yang tidak boleh ditiru dalam Al-Qur’an. Sebagaimana Sobat Mindset baca, dua di antaranya adalah istri nabi.

Hal tersebut menunjukkan bahwa derajat manusia di hadapan Allah Swt. bukan berdasarkan gender atau status sosial, tetapi berdasarkan ketakwaannya pribadi.