KKN di Desa Penari Menakutkan, tetapi Mengapa Kita Tetap Menontonnya?
- MD Pictures
Baru kemudian pada zaman modern Sigmund Freud mengajukan teori baru tentang rasa penasaran. Pada awalnya dia membalik pernyataan tersebut secara ekstrem dengan menyatakan bahwa rasa penasaran bukan sesuatu yang bersifat bawaan, melainkan sesuatu yang lahir disebabkan adanya katalis.
Katalis tersebut dalam pembahasan Sigmund Freud adalah kesan yang lahir dari peristiwa penting. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, Sigmund Freud menambahkan bahwa kelahiran rasa penasaran itu sendiri tidak bersifat spontan, melainkan didorong oleh sebab-sebab yang sifatnya bawaan.
Dengan kata lain, pada dasarnya kita semua memiliki dorongan-dorongan bawaan untuk merasa penasaran, tetapi sikap praktis kita terhadap dorongan-dorongan tersebut tidak sama. Artinya, kita semua mungkin memiliki rasa penasaran terhadap film horor, tetapi sebagian dari kita menanggapi dorongan rasa penasaran tersebut dengan berbeda dalam tindakan praktis.
Sebagian dari kita memilih memuaskan rasa penasaran itu dengan menontonnya, sementara sebagian yang lain memutuskan untuk menekan rasa penasaran itu dengan menghindarinya. Tindakan menghindari itu sendiri mungkin didorong oleh kekhawatiran ego, prinsip realistis bahwa “rasa penasaran bisa membunuhmu”.
Lalu apa sebenarnya yang kita dapatkan jika kita memilih untuk memuaskan rasa penasaran itu?
Salah satu jawabnya adalah teori lama Aristoteles tentang Katarsis. Katarsis adalah istilah yang Aristoteles gunakan untuk menjelaskan efek berguna yang penonton dapatkan setelah menonton pementasan Tragedi. Sebagai tambahan penjelasan, Tragedi adalah pementasan yang ceritanya berujung duka, kebalikan dari Komedi sebagai pementasan yang berujung Tawa.
Katarsis merujuk pada pemurnian emosi. Pementasan Tragedi secara teori membantu penonton merasakan iba dan takut pada level yang semestinya. Dalam kehidupan nyata, sebab-sebab yang bisa memantik iba dan takut tersebut terlalu ekstrem untuk dibiarkan terjadi.