Ngaji Pasaran, Tradisi Santri Sunda di Bulan Ramadan
- Unsplash @bysamsul
Mindset –Bulan Ramadan atau bulan puasa biasanya menjadi hari libur bagi santri. Santri yang menetap di pondok dan hanya pulang sesekali biasa pulang dan menghabiskan waktu lumayan lama di rumah pada Bulan Ramadan.
Pada pertengahan Bulan Syawal baru para santri biasanya kembali ke pesantren. Tradisi seperti ini berlaku terutama di pesantren-pesantren klasik di Sunda yang menggunakan bahan ajar kitab kuning.
Nah, di Sunda, Bulan Ramadan memang biasanya pengajian wajib diliburkan, tetapi bukan berarti tidak ada pengajian kitab kuning sama sekali. Tiap Bulan Ramadan ada pengajian khusus yang dalam istilah Sunda biasa disebut ngaji pasaran.
Istilah ngaji pasaran diduga berasal dari istilah pasaran dalam bahasa Sunda yang artinya keranda. Filosofinya, keranda hanya digunakan sesekali pada saat dibutuhkan dan penggunaannya dilakukan dalam waktu singkat.
Oleh sebab itu, ngaji pasaran pun dilakukan dalam waktu singkat, biasanya khusus di bulan Ramadan. Pengajian satu atau beberapa kitab kuning dilakukan secara terus-menerus sehingga pada tanggal 20 Ramadan biasanya sudah tamat.
Di pesantren di Jawa, padanan ngaji pasaran adalah posonan, artinya pengajian di bulan puasa. Karena sistemnya yang kilat, istilah lain yang juga biasa digunakan adalah kilatan.
Sistem kilat artinya guru sekadar memberi makna pada kata-kata berbahasa Arab di kitab gundul yang dikaji. Jika dalam pengajian sehari-hari selain memberi makna juga diberi penjelasan panjang lebar, maka dalam ngaji pasaran guru sekadar memberi makna.
Selain itu, durasi pengajian juga per harinya lebih lama dan fokus. Jika dalam pengajian sehari-hari biasanya kitab yang dikaji berbeda antara setelah Subuh, setelah Asar, dan setelah Isya, maka dalam ngaji pasaran kitabnya sama.
Durasi ngaji setelah Salat Tarawih juga bisa sampai tengah malam, disesuaikan dengan jadwal supaya kitab yang dikaji bisa tamat tepat waktu.
Kitab-kitab yang dipilih biasanya kitab penunjang, bukan kitab kanon. Umumnya kitab yang dipilih juga kitab tipis supaya bisa tamat sesuai jadwal.
Kadang dibedakan juga kitab yang dikaji per harinya, misal yang akan dikaji dalam ngaji pasaran adalah dua kitab, maka kitab yang 1 dikaji setiap habis Subuh sementara yang 1 lagi setiap habis salat Tarawih.
Adapun tema kitab yang dipilih biasanya menyesuaikan spesialisasi pesantren yang bersangkutan. Akan tetapi kebanyakan merupakan kitab tasawuf, tuntunan ibadah, atau akidah.
Sebagai contoh, Bidayatul Hidayah, kitab tasawuf karya Al-Ghazali, Qami’uth Thugyan, kitab akidah karya Syekh Nawawi, atau bahkan Badaiuz Zuhur, kitab qasas karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi.
Meski demikian, kadang juga ada pesantren yang menawarkan kitab babon dan tebal untuk dikaji dalam ngaji pasaran. Jika demikian biasanya nanti akhir ngaji pasaran bisa sampai tanggal 25, atau bisa juga selesai tanggal 20 tapi pengajian per harinya dilakukan lebih lama.
Ngaji pasaran sifatnya ngaji tambahan dan tidak wajib diikuti oleh santri pesantren yang mengadakan. Ngaji pasaran juga bukan khusus diperuntukkan santri pesantren yang bersangkutan.
Oleh sebab itu, ngaji pasaran juga biasanya menjadi momen bagi santri untuk mencoba ngaji kitab yang mereka inginkan sebagai tambahan di pesantren lain.
Faktor kitab apa yang dikaji dan siapa yang mengajar biasanya menjadi pertimbangan santri untuk memilih mengikuti ngaji pasaran di pesantren tertentu.
Selain bisa menjadi ajang menambah ilmu di luar kitab-kitab wajib yang selama ini mereka kaji, ngaji pasaran di Sunda juga bisa menjadi ajang silaturahmi. Nanti saat khataman atau akhir pengajian saat kitab tamat, biasanya diadakan syukuran makan nasi liwet bareng-bareng.