Tragedi Mei 1998 dalam Puisi Rendra, Akal Sehat Kalah oleh Pikiran Kalap

Rendra Muda Baca Puisi dan Antologi Puisinya
Sumber :
  • Istimewa

Mindset –Bulan Mei 1998 adalah bulan kelam dalam sejarah Indonesia. Bulan tersebut diisi dengan sederet kekejaman dan tragedi yang kemudian berpuncak dengan runtuhnya rezim Orde Baru.

Isra Mikraj dalam Puisi Indonesia, Puitis dan Religius

Tanggal 12 Mei 1998 misalnya terjadi apa yang kini kita kenal sebagai Tragedi Trisakti. Empat mahasiswa meninggal ditembak dengan pelaku yang masih misterius sampai sekarang.

Keempat orang mahasiswa Trisakti tersebut adalah Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto, dan Hafidin Royan serta Hendriawan Sie.

5 Upaya Penyelesaian Tragedi 1998, Selalu Diungkit Tiap Prabowo Subianto Nyapres

Tragedi Trisakti 1998

Photo :
  • Wikimedia
 

 

3 Buku Biografi Budiman Sudjatmiko, Salah Satunya Diadaptasi Jadi Komik

Kemudian setelah Tragedi Trisakti, terjadi Kerusuhan Mei 1998 dari tanggal 13 Mei sampai 15 Mei 1998. Etnis Tionghoa menjadi korban penjarahan, pemerkosaan, dan pembunuhan terutama di Jakarta.

Kerusuhan-kerusuhan tersebut memantik para penyair Indonesia untuk mengabadikannya dalam puisi. Salah satu penyair yang menulis sajak bagus tentang Tragedi Trisakti adalah Taufiq Ismail.

Sementara itu, penyair Indonesia lain yang juga legendaris, WS Rendra, merekam peristiwa kelam bulan Mei 1998 dalam “Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia”.

Menurut kisah, sajak tersebut WS Rendra tulis di Jakarta tanggal 17 Mei 1998. Satu hari setelahnya, Rendra membacakan puisi tersebut di DPR. 

Terbaru, sajak tersebut dimuat dalam antologi puisi Rendra berjudul Doa untuk Anak Cucu, terbit tahun 2013, edisi revisi terbit tahun 2016. 

Seperti apa isi sajak tragedi Mei 1998 tersebut?

Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia

Kerusuhan 14 Mei 1998 di Jakarta

Photo :
  • Wikimedia

Rendra membuka puisi dia dengan menggambarkan suasana kelam bulan Mei 1998. Dia menyebut bulan tersebut sebagai bulan gelap raja-raja

Sebagaimana sudah kita ketahui, demonstrasi mahasiswa yang berujung Reformasi pada Mei 1998 memprotes kekuasaan presiden Soeharto yang sudah seperti raja, memerintah selama 32 tahun lamanya.

Raja juga biasa melakukan tindakan kekerasan terhadap siapa pun rakyat yang menentang atau melakukan protes. Itu jugalah yang terjadi pada saat itu. 

Lalu digambarkan kekacauan suasana ketika bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal jalanan, sementara amarah merajalela tanpa alamat

Suasana kaos seperti itu Rendra sebut sebagai zaman edan, konsep yang pertama kali disebutkan oleh pujangga Ronggowarsito.

Pada zaman seperti itu, kitab undang-undang bukannya bisa memberikan kepastian hukum justru malah tergeletak di selokan.

Konsep zaman edan Ronggowarsito

Photo :
  • Kompasiana | De Kalimana

 

Hukum, disinggung Rendra, menurut Allah pun harus berada di atas keinginan para politisi, raja-raja, dan tentara. Hal tersebut bukan hanya berlaku kini, tetapi memang demikian seharusnya sejak zaman Ibrahim dan Musa.

Akan tetapi itulah yang tidak terjadi pada zaman edan Mei 1998. Rendra juga mengingatkan pada zaman seperti itu berhentilah mencari Ratu Adil, tetapi yang harus ditegakkan adalah Hukum Adil.

Setelah itu Rendra menggambarkan alasan kenapa rakyat pada saat itu menjadi para penjarah di pasar dan jalan raya, yakni mereka sebenarnya mencontoh penguasa.

Selama ini rakyat terkekang di bawah pemerintah yang menjarah Daulat Rakyat, ekonomi dijarah oleh para cukong, dan aparat keamanan bukannya memberikan rasa aman justru malah menjarah keamanan.   

Rendra menyerukan semua pihak untuk mendengarkan saran akal sehat supaya pikiran-pikiran kalap tidak menemukan jalurnya untuk menjelma perbuatan. 

Sebagai penutup, Rendra menulis dengan sedih bahwa air mata mengalir dari sajakku ini.

WS Rendra adalah salah satu penyair legendaris kita yang puisi-puisinya sangat enak untuk dibacakan di muka umum. 

Rendra yang juga aktif dalam teater dengan Bengkel Teaternya adalah salah satu penyair terbaik dalam hal membacakan puisi di muka publik. 

Melalui “Sajak Bulan Mei 1998 di Indonesia” karya WS Rendra ini, momen kelam dalam sejarah Indonesia itu akan selalu abadi dalam memori.