Achmad Irfandi, KLG dan Anak-Anak Masa Depan Tanpa Gawai
- satu-indonesia.com
Mindset –Achmad Irfandi berasal dari Desa Pagerngumbuk, sebuah desa di kecamatan Wonoayu dan Kabupaten Sidoarjo.
Pemuda yang tahun ini berusia 30 tahun ini memberi sumbangsih untuk konseervasi budaya di lingkungan tempat tinggalnya dengan cara sederhana dan unik.
Selain itu, dengan cara yang sama dia juga ikut andil dalam edukasi anak-anak dengan berbasis kearifan lokal.
Program Kampung Lali Gadget (KLG)
Semua orang pasti tahu jika ditanya apa itu gadget. Minimal kita akan menunjukkan handphone yang pasti kita punya.
Semakin lama kita memang semakin sukar terlepas dari gadget. Aktivitas sehari-hari kita juga paling banyak dihabiskan untuk menengok layar gadget.
Bagi orang dewasa, tujuan melihat gadget mungkin lebih pragmatis, misalnya berkaitan dengan pekerjaan.
Akan tetapi hal yang sama tidak berlaku untuk anak-anak. Mereka lebih sering menggunakan gawai sekadar untuk main game.
Bertolak dari kekhawatiran bahwa anak-anak akan kecanduan gadget mereka, Achmad Irfandi kemudian menggagas program KLG.
KLG atau Kampung Lali Gadget (lali artinya lupa) ditujukan untuk mempopulerkan kembali permainan tradisional.
Dengan mengenalkan kembali permainan-permainan tradisional kepada anak-anak, mereka diharapkan bisa sembuh atau terhindar dari kecanduan gadget.
Konservasi Budaya Secara Komunal
Permainan tradisional selama ini memang semakin sedikit dimainkan oleh anak-anak.
Sebab utamanya tentu karena lebih tersedianya akses terhadap permainan-permainan lebih canggih, termasuk game di gadget mereka.
Akan tetapi sebab lainnya juga karena semakin jarang juga orang memperkenalkan permainan tradisional.
Melalui KLG, permainan-permainan tradisional untuk anak-anak kembali diperkenalkan.
Kepada mereka ditunjukkan keasyikan permainan-permainan tradisional yang sederhana dan juga lebih menyehatkan.
Untuk menjadi fasilitator dan pendamping anak-anak melakukan permainan-permainan tradisional, KLG memberdayakan para pemuda dari desa Pagerngumbuk dan juga para pemuda dari Sidoarjo.
Sebagai tradisi yang sebenarnya sudah diwariskan secara turun-temurun, permainan tradisional bisa dianggap sebagai warisan budaya.
Dengan demikian, selain membantu mencegah anak-anak kecanduan gadget, program KLG juga telah berperan dalam konservasi budaya.
Tidak hanya itu, program KLG juga mengajarkan berbagai macam edukasi selain permainan-permainan tradisional.
Edukasi yang disodorkan termasuk edukasi budaya, olahraga, edukasi satwa, dan juga edukasi terkait kearifan lokal.
Melalui edukasi-edukasi tersebut, anak-anak diharapkan bisa tumbuh menjadi orang-orang yang bisa menghargai budaya tempat mereka dibesarkan.
Menuju Desa Wisata
Fokus utama Achmad Irfandi dengan program KLG memang pada fenomena anak-anak kecanduan gadget.
Isu tersebut selama ini belum menjadi isu bersama, masih banyak orang tua yang belum menganggap isu tersebut penting.
Oleh sebab itu, salah satu harapan Achmad Irfandi adalah KLG bisa menjadi desa wisata.
Wisata yang ditawarkan tentu saja berupa wisata edukasi yang bisa menarik minat orang tua yang ingin anaknya sembuh dari kecanduan gadget.
Jika sudah demikian, isu anak-anak kecanduan gadget bisa meluas menjadi isu nasional.
Fenomena anak-anak kecanduan gawai memang tidak bisa diselesaikan hanya oleh segelintir.
Pihak yang paling penting untuk membantu mengurangi fenomena tersebut sudah jelas adalah orang tua karena intensitas pertemuan mereka dengan anak-anak paling banyak.
Melalui kerja sama antara edukator dengan orang tua maka fenomena buruk terkait gadget tersebut bisa dikurangi.
Berkat sumbangsihnya di bidang pendidikan tersebut, Achmad Irfandi kemudian menerima SATU Indonesia Awards pada tahun 2021.
Semoga gagasan Achmad Irfandi tersebut disambut oleh semakin banyak orang sehingga masa depan anak-anak Indonesia pun menjadi semakin cerah.