Diisukan Cawapres Ganjar, Nasaruddin Umar Ahli Tafsir yang Produktif Menulis
Mindset –Ganjar Pranowo resmi menjadi capres PDIP 2024 setelah diumumkan oleh Megawati Soekarnoputri pada Jumat (21/4). Pertanyaan yang kemudian tersisa adalah siapakah cawapresnya?
Ada banyak nama yang kemudian beredar sebagai termasuk ke dalam bursa cawapres Ganjar Pranowo. Salah satu dari sekian nama yang diisukan menjadi cawapres Ganjar adalah Nasaruddin Umar.
Nasaruddin Umar bukan nama baru di kancah nasional, meski perannya lebih banyak sebagai keagamaan daripada di ranah politik.
Publik mulai mengenalnya terutama setelah pada periode kedua pemerintahan Presiden SBY Nasaruddin Umar didapuk sebagai Wamenag ke-1, yaitu periode 2011-2014.
Kemudian pada tahun 2016, tokoh Nahdlatul Ulama kelahiran Bone, Sulawesi Selatan ini diangkat oleh Presiden Joko Widodo sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta menggantikan Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA.
Posisi tersebut beliau jabat untuk kedua kalinya ketika Presiden Jokowi kembali mengangkatnya pada tahun 2020.
Nasaruddin Umar adalah seorang ahli tafsir Al-Quran yang sangat produktif menulis. Sekurang-kurangnya beliau sudah menerbitkan 17 judul buku, belum termasuk tulisan-tulisan lepas.
Bukunya yang paling terkenal yang berasal dari disertasinya berjudul Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Qur’an. Buku tersebut membahas bias gender dalam penafsiran Al-Qur’an.
Beberapa bukunya yang lain juga membahas persoalan yang sama, yaitu perihal perempuan dalam pandangan Islam, baik dalam Al-Qur’an ataupun menurut Fikih Islam.
Beliau misalnya menerbitkan juga serial Perempuan sebanyak tiga jilid dengan judul Kodrat Perempuan dalam Islam, Paradigma Baru Teologi Perempuan, dan Bias Jender dalam Penafsiran Kitab Suci.
Selain tema-tema tersebut, sesuai dengan latar belakang pendidikannya yang bertolak dari pesantren, Nasaruddin Umar juga mengarang buku Rethinking Pesantren.
Berkat keahliannya di bidang tafsir Al-Quran, Nasaruddin Umar dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Tafsir di Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 12 Januari 2002.