Idealisme dalam Secangkir Kopi

Galang Gelar T.
Sumber :
  • Istimewa

Mindset – Pendekar Kopi adalah sebuah istilah yang sempat hits bahkan masih eksis di kalangan penikmat kopi. Khususnya yang sering nongki di coffee shop. Biasanya, mereka adalah pelanggan yang memiliki peran sampingan sebagai “supervisor” terhadap kualitas dari coffee shop tersebut. Mereka bertanya perihal A-Z tentang kopi, bahkan terkadang menggurui jika ada yang tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Terkesan negatif memang. Namun, tidak lain mereka hanya menginginkan sebuah idealisme dalam secangkir kopi yang mereka nikmati.

Tan Malaka pernah berkata, “Idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki oleh pemuda”. Jika mengacu pada ungkapan itu, dan melihat realitas penikmat kopi saat ini memang sangat digandrungi oleh kaum muda. Maka wajar saja mereka menuntut sebuah idealisme. Justru, hal tersebut adalah sebuah manifesto positif bagi perkopian di Indonesia. Mengingat, Indonesia menempati peringkat ketiga dunia sebagai penghasil kopi terbesar, akan sangat miris jika generasi muda negara ini apatis terhadap kualitas kopi yang kita produksi.

Idealisme dalam secangkir kopi bukanlah sebuah ungkapan belaka. Hal itu berlaku untuk semua jenis kopi, mulai dari kopi sachet sampai kopi yang diseduh oleh barista. Terkadang, kita sering berkomentar ketika menyeduh kopi sachet dalam kondisi air kurang panas, atau kekurangan gula. Nah, hal itu menunjukan bahwa kopi adalah sebuah idealisme tersendiri bagi para penikmatnya. Apalagi, specialty coffee yang harus benar-benar telaten dalam membuatnya.

Meskipun ketika berbicara rasa adalah suatu pembahasan yang sangat subjektif. Namun dengan ukuran dan alat ukur tertentu, rasa tersebut dapat di objektifikasikan. Rasa kopi yang balance jika dibedah lebih dalam berasal dari  jumlah TDS (Total Dissolved Solids) 18% sampai 22% ekstraksi dan tingkat kepekatan 1,15% sampai 1,55% menurut Specialty Coffee Association of Europe (SCAE).

Dari ukuran tersebut, dapat diketahui apakah kopi yang diseduh tersebut  tergolong dalam Over/Under Extraction. Seperti namanya, Over extraction adalah kondisi ekstraksi kopi terlalu berlebihan, hal itu mengakibatkan kopi yang kita minum cenderung bitter/pahit. Sedangkan Under Extraction adalah sebutan bagi kopi yang kurang terekstraksi. Karenanya, kopi yang kita nikmati akan terasa kecut atau hambar.

Untuk mengatasi hal tersebut, perlu memperhatikan variabel-variable dasar. Mulai dari profil roasting, grind size, ratio, suhu air, waktu seduh dan lain sebagainya. Penanganan penyeduhan profil roasting light akan berbeda dengan medium ataupun dark. Semakin dark profil roasting, maka kopi tersebut cenderung berkarakter strong dan bitter. Untuk meyeimbangkan hal itu maka seyogyanya tidak memakai grind size yang terlalu halus, suhu air yang terlalu panas dan waktu seduh panjang.

Sebaliknya, jika ingin menyeduh kopi dengan profil roasting light atau light to medium. Maka, untuk mengeluarkan rasa maksimalnya bisa dengan menaikan suhu air, atau mengecilkan grind size. Tak lupa pula agitasi pun sangat berpengaruh terhadap hasil akhir penyeduhan. Sederhananya, bisa mengibaratkan suhu air sebagai api pada kompor, sedangkan kopi dengan profil light sebagai bahan dasar setengah matang, medium untuk matang, dan dark sebagai sangat matang. “Sruuufff, aaaah”

 

*) Oleh Galang Gelar T., Redaktur Mindset.Viva.co.id 
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi Mindset.viva.co.id