Kisah Isra Mi’raj versi Sunda dalam Terjemah Burdah K.H. Ahmad Fadlil Ciamis

Terjemah Kasidah Burdah karya Alm KH Ahmad Fadlil.
Sumber :
  • Istimewa

MindsetKasidah Burdah merupakan pujian terhadap Nabi Muhammad saw yang dikemas dalam bentuk puisi klasik. Bentuk tersebut menjadikan Kasidah Burdah sebagai salah satu puisi paling terkenal dalam sastra Islam

PKS Ciamis Gelar Yaumul Ma'al Qur'an, Pererat Ukhuwah Islamiyah di Bulan Ramadan

Popularitas Kasidah Burdah bukan hanya terjadi di kalangan kritikus sastra saja tetapi juga di kalangan publik luas. Di Indonesia saja Kasidah Burdah sangat lazim dilantunkan dalam momen memperingati Maulid Nabi

Popularitas Kasidah Burdah juga membuatnya menjadi satu di antara sekian banyak karya sastra Islam yang paling banyak diterjemahkan. Terjemahan Kasidah Burdah yang merupakan karya legendaris Imam Bushiri bisa ditemukan bukan hanya dalam Bahasa Inggris ataupun bahasa Indonesia, melainkan juga dalam bahasa-bahasa daerah, misalnya Bahasa Sunda. 

5 Hal tentang Jalaluddin al-Suyuthi, Ulama yang Dikutip dalam Sidang MK Pilpres 2024

Salah satu terjemahan Kasidah Burdah dalam bahasa Sunda adalah karya K.H. Ahmad Fadlil pendiri pesantren Cidewa, Ciamis. Kini pesantren tersebut dikenal dengan sebutan pesantren Darussalam Ciamis. 

Terjemahan Sunda Kasidah Burdah karya K.H. Ahmad Fadlil ditulis dalam aksara pegon dengan menggunakan bahasa Sunda. Terjemahan ini sangat populer dilantunkan di seantero Ciamis sebagai pupujian. Pupujian biasanya dilantunkan di masjid menjelang berjemaah salat. 

Hadis Semangka, Ternyata Bagus dimakan Bersama Kurma atau Jahe

Lalu bagaimana gambaran terjemahan Sunda Kasidah Burdah karya K. H. Ahmad Fadlil, khususnya bagian yang mengisahkan Isra Mi’raj Nabi Muhammad saw?

Kasidah Burdah Imam Bushiri

Photo :
  • Tokopedia

Dalam Kasidah Burdah, kisah Isra Mikraj Nabi besar Muhammad saw menjadi pasal tersendiri yaitu pasal ketujuh. Pasal yang tersusun dari 13 bait tersebut dibuka dengan puji-pujian terhadap Nabi Muhammad saw. Berhubung bait dalam puisi Arab klasik tersusun dari dua baris yang dipisahkan oleh satu jeda, maka bisa dikatakan bahwa total jumlahnya dikali dua, yaitu 26 baris.  

Setelah puji-pujian tersebut barulah kemudian kita dibawa masuk ke dalam kisah Isra Mi’raj. Dalam versi terjemahan Sunda K.H. Ahmad Fadlil, baris-baris tersebut adalah sebagai berikut:

Gusti angkat wengi-wengi tunggang ka masjid aqsa nu anggang

Lir bulan purnama mencorong waktos poék ka alami

Gusti teras unggah-unggah dugi ka kenging manzilah

Ti qoba qousayn katelah teu tepi ku sanes jalmi

 

(Nabi berangkat di malam hari menuju Masjidilaqsa yang jauh

Bagaikan bulan purnama benderang menerangi gelapnya alam

Nabi lalu naik hingga mencapai manzilah (tempat)

Sejarak qaba qausayn, tempat tidak pernah tercapai oleh orang lain)

Setelahnya, bait-bait Kasidah Burdah mengisahkan pertemuan Nabi Muhammad dengan para rasul dan posisi beliau di antara mereka. Dalam bait selanjutnya dikisahkan juga bahwa 

Gusti nobros tujuh lapis langit teu lami antawis

Di gempungan malaikat gusti pangagungna nami

(Nabi menembus tujuh lapis langit tanpa waktu lama

Dalam kelompok malaikat nama Nabi adalah yang paling agung)

Bait-bait selanjutnya dalam kasidah Burdah merupakan pujian terhadap posisi Nabi Muhammad saw di antara para nabi. Dikisahkan juga bahwa Allah swt membukakan untuk Nabi Muhammad saw berbagai rahasia yang tidak pernah diketahui oleh manusia-manusia lain. 

Selanjutnya dalam dua bait terakhir, dikabarkan berita gembira untuk seluruh umat Islam:

Bungah urang saréréa golongan Islam nu aya

Boga tuguna pitulung nu heman ka jalmi-jalmi

Margi Allah ngajak urang kana bakti séwang-sewang

Ku pangagungna utusan jadi seliran umami

(Gembiralah kita semua umat Islam

Memiliki pusat pertolongan yang belas kasih pada orang-orang

Karena Allah swt mengajak masing-masing kita berbakti

Berkat utusan paling agung kita pun jadi umat paling istimewa) 

Demikian kisah Isra Mi’raj dalam versi terjemah Sunda Kasidah Burdah karya almarhum K. H. Ahmad Fadlil dari pesantren Cidewa Ciamis. Versi Sunda tersebut tidak kalah indahnya dengan versi asli berbahasa Arab.

Karena bentuknya yang sangat indah untuk dilantunkan itu, sangat cocok jika versi Sunda ini kita lantunkan sambil merenungkan maknanya yang sangat dalam, terutama pada saat ini di Bulan Rajab.