Wajib Tahu! 2 Sastrawan Besar Islam Pernah Dituduh Plagiat

Ilustrasi Hak Cipta
Sumber :
  • freepik.com

Mindset –Sudah menjadi pengetahuan umum kalau seorang penulis tidak boleh melakukan plagiat. Hal tersebut berlaku bukan hanya untuk tulisan ilmiah, tetapi juga karya sastra

24 Video Syur Bu Bidan Rita Viral Dicari Warganet, Link Tersebar di X "Twitter" Sampai Telegram

Untuk tulisan ilmiah pasti Sobat Mindset sudah beberapa kali mendengar kisah pejabat di dunia pendidikan yang melakukan plagiat atau plagiarisme karya mahasiswanya. 

Hukuman untuk pelaku-pelaku semacam itu tentu mencakup sanksi di ranah hukum karena plagiat melanggar hak cipta. Selain itu, kredibilitas mereka juga langsung turun drastis. 

Bu Guru Salsa Lewat, Kini Link Video Bidan Rita di Kamar Mandi yang Lagi Viral Bikin Warganet Penasaran

Sementara di dunia sastra Indonesia, bahkan penyair besar seperti Chairil Anwar pun tersandung kasus plagiat. Laskar Pelangi karya Andrea Hirata juga pernah dituduh karya plagiat. 

Chairil Anwar

Photo :
  • Wikipedia
Kenapa Banyak Orang Terjebak dalam Perlombaan Hidup? Stoicisme Punya Jawabannya

Beberapa puisi yang Chairil Anwar sodorkan kepada redaktur sebagai karya dia ternyata di belakang hari ketahuan merupakan saduran penyair luar. 

Dalam kasus Chairil Anwar, dia melakukan hal tersebut karena tuntutan ekonomi. Para kritikus juga biasa memperdebatkan apakah beberapa bagian dalam karyanya merupakan bentuk plagiat atau sekadar pengaruh. 

Pelaku kasus plagiat di dunia sastra biasanya mendapat sanksi sosial yang bisa berlaku seumur hidup jika dia melakukan plagiat seumur hidup. 

Oleh sebab itu, tuduhan plagiat dalam dunia sastra harus dilakukan dengan hati-hati. Tuduhan plagiat juga bisa digunakan oleh satu pihak untuk mendiskreditkan seorang penulis. 

Nah, tapi tahu enggak Sobat Mindset kalau ada 2 sastrawan besar kita yang pernah dituduh plagiat?

Yang pertama adalah Buya Hamka dan yang kedua adalah Taufiq Ismail. Yuk simak penjelasan lebih rincinya. 

1. Buya Hamka dan Tenggelamnya Kapal van der Wijck

Buya Hamka dan Tafsir Al-Azhar Karyanya

Photo :
  • Istimewa

Buya Hamka adalah seorang ulama besar yang salah satu karya legendarisnya adalah tafsir Al-Azhar. Di samping itu, Buya Hamka juga seorang sastrawan. 

Baik dalam bidang keagamaan maupun sebagai seorang sastrawan, Buya Hamka sangat produktif. Karya-karyanya berupa prosa juga tetap dibaca orang sampai kini. 

Sebut saja misalnya novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck dan novela Di Bawah Lindungan Ka’bah, dua karya yang bukan hanya terkenal di Indonesia tetapi bahkan menjadi bacaan wajib di negara tetangga. 

Kedua karya tersebut bahkan sudah difilmkan pada tahun 2011 dan 2013 dengan pemeran bintang-bintang terkenal seperti Herjunot Ali, Reza Rahardian dan Laudya Cynthia Bella.

Reza Rahardian

Photo :
  • viva.co.id
 

Jika Sobat Mindset suka dua karya tersebut dan juga sudah menonton filmnya, Sobat Mindset pasti terkejut bahwa Tenggelamnya Kapal van der Wijck dulu pernah ramai dituduh plagiat. 

Tuduhan tersebut bermula dari tulisan Abdullah Sp yang dimuat dalam Lentera, lembar kebudayaan Harian Bintang Timur. Lembar kebudayaan tersebut diasuh oleh Pramoedya Ananta Toer dari tahun antara tahun 1962 dan 1965.

Harian Bintang Timur sendiri berada di bawah Partindo atau Partai Indonesia yang merupakan pengganti PNI-lama waktu Soekarno sebagai ketuanya ditangkap Belanda tahun 1929. 

Tulisan Abdullah Sp yang menuduh Hamka plagiat dipublikasikan 7 September 1962. Buya Hamka dituduh melakukan plagiat karya sastrawan Mesir Manfaluthi berjudul Magdalena

Setelah itu, isu tersebut digoreng dalam lembar kebudayaan yang sama. Isu tersebut disebut sebagai sebagai "skandal sastra a la Hamka".  

Tuduhan-tuduhan tersebut ramai mendapatkan tanggapan berupa tulisan dari berbagai pihak di media-media lain. 

Buya Hamka sendiri tidak memberikan tanggapan atas tuduhan-tuduhan tersebut. Buya Hamka hanya menyebutkan bahwa beliau memang terpengaruh oleh Manfaluthi. 

Keributan plagiat yang diramaikan oleh Lentera itu berhenti pada akhir November 1962 ketika harian tersebut mendapat peringatan dari Peperda Jakarta Raya untuk menghentikan keributan itu.

Akan tetapi masih ada satu dua tulisan yang membahas hal itu di harian yang sama sampai Februari tahun berikutnya. 

Adapun Magdalena sendiri bukan karya asli Manfaluthi, melainkan terjemahan dari karya sastrawan Prancis Alphonse Karr. 

Ada juga pihak-pihak yang memandang tuduhan plagiat tersebut dengan upaya pihak sastrawan kiri, yang saat itu identik dengan Lekra, untuk menghantam sastrawan dari kubu Islam. 

2. Taufiq Ismail dan Puisi “Kerendahan Hati”

Taufiq Ismail dan Puisi 12 Mei, 1998

Photo :
  • Istimewa

Taufiq Ismail merupakan salah seorang penyair legendaris Angkatan 66 yang sangat produktif. Beliau menulis bukan hanya puisi tetapi juga esai, cerpen, dan naskah drama. 

Akan tetapi sastrawan kelahiran Sumatra Barat tersebut lebih dikenal sebagai seorang penyair. Taufiq Ismail juga salah seorang penyair yang sangat sering membacakan puisinya sendiri di hadapan publik. 

Puisi-puisi Taufiq Ismail merupakan puisi-puisi kesaksian sejarah. Di antara sekian momen bersejarah yang dicatat dalam puisi-puisinya adalah momen jatuhnya Orde Lama dan jatuhnya Orde Baru. 

Selain itu, puisi-puisinya juga banyak mengangkat tema keislaman dan alam. Puisi-puisi Taufiq Ismail banyak disukai publik karena puisi-puisinya memang cenderung mudah dipahami. 

Pada bulan Maret 2011, Taufiq Ismail dituduh melakukan plagiat puisi karya penyair Amerika Douglas Malloch, “Be the Best of Whatever You Are” menjadi puisi “Kerendahan Hati”. 

Tuduhan tersebut kemudian menyebar dan mendapatkan banyak tanggapan dari berbagai pihak di media sosial

Salah satu penanggap, Fadli Zon, yang merupakan keponakan Taufiq Ismail mengatakan bahwa puisi tersebut memang bukan karya Taufiq Ismail dan Taufiq Ismail sendiri tidak pernah mengklaim puisi itu karya dia. 

Pada akhirnya Taufiq Ismail sendiri memberikan tanggapan pada awal April 2011. Poin utamanya adalah Taufiq Ismail tidak pernah mengklaim puisi “Kerendahan Hati” sebagai puisi karya dia.

Puisi tersebut tidak dimuat baik dalam antologi lengkap karya dia ataupun dalam antologi puisi penyair-penyair luar yang dia terjemahkan. 

Di akhir, dia juga menyatakan bahwa dia akan membawa kasus tersebut ke ranah hukum. Pada akhirnya kasus tersebut ditutup ketika penuduh pertama, Bramantyo Prijosusilo, meminta maaf. 

Demikian kisah dua orang sastrawan muslim yang pernah dituduh sebagai plagiat, Sobat Mindset.

Pelajaran yang bisa diambil adalah kita harus berhati-hati jika ingin menuduh orang melakukan plagiat supaya tidak berakhir sebagai tuduhan kosong yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang memiliki niat tersembunyi.