Kenapa Mobil Jepang Laris di Indonesia, Tapi Datsun Justru Gagal? Ini 6 Faktanya!
- Ist
Mindset – Mobil Jepang telah lama menjadi favorit di Indonesia. Harga terjangkau, desain menarik, serta keandalan yang sudah terbukti menjadi alasan utama dominasi merek-merek asal Negeri Sakura. Namun, ada satu nama yang justru gagal bertahan, yaitu Datsun. Padahal, merek ini punya sejarah panjang dan pernah menciptakan mobil-mobil ikonik.
Lalu, mengapa Datsun tidak mampu bersaing di pasar Indonesia? Berikut adalah analisis mendalam mengenai kegagalan Datsun di Tanah Air.
Sejarah Panjang Datsun di Indonesia Datsun bukanlah merek baru. Berdiri sejak 1931 di bawah DAT Motor Car Co, lalu dikuasai Nissan pada 1933, Datsun sempat berjaya dengan model legendaris seperti Datsun 240Z (Fairlady) dan Bluebird.
Di Indonesia, Datsun pertama kali masuk pada tahun 1977 melalui PT Indokaya dan sukses dengan model Datsun 120Y dan 130Y.
Namun, Datsun sempat menghilang dari pasar karena Nissan ingin fokus pada mereknya sendiri.
Pada 2012, Datsun kembali ke Indonesia dengan konsep berbeda, yaitu mobil murah di segmen LCGC (Low Cost Green Car). Sayangnya, alih-alih mengulang kesuksesan, Datsun justru gagal menarik minat konsumen.
Kesalahan Strategi Datsun yang Berujung Kegagalan
1. Persepsi Murah yang Terlalu Kental
Datsun Go dan Go+ diluncurkan sebagai mobil LCGC yang terjangkau. Namun, alih-alih dianggap sebagai mobil ekonomis berkualitas, Datsun justru mendapat stigma sebagai "mobil murahan."
Kualitas material yang rendah, bodi tipis, dan kenyamanan minim semakin memperkuat citra negatif ini.
2. Fitur dan Keamanan yang Buruk
Hasil uji tabrak Global NCAP menunjukkan Datsun Go mendapatkan skor sangat rendah dalam perlindungan penumpang dewasa dan anak-anak.
Meski Datsun akhirnya menambahkan airbag, skor keselamatannya tetap tertinggal dibandingkan pesaing seperti Toyota Agya dan Daihatsu Ayla.
3. Minimnya Inovasi
Datsun tidak melakukan inovasi signifikan selama beroperasi di Indonesia.
Pembaruan yang dilakukan lebih banyak bersifat kosmetik, seperti tambahan aksesori atau facelift minor, tanpa peningkatan berarti dalam performa, kenyamanan, atau fitur keselamatan.
4. Persaingan Ketat dari Toyota dan Daihatsu
Saat Datsun Go+ menjadi satu-satunya LCGC tiga baris, keunggulan ini tidak bertahan lama.
Toyota Calya dan Daihatsu Sigra hadir dengan kualitas lebih baik, fitur lebih lengkap, serta kenyamanan lebih tinggi. Akibatnya, konsumen lebih memilih produk Toyota dan Daihatsu.
5. Munculnya Pesaing Baru
Wuling dan merek-merek Tiongkok mulai masuk ke pasar Indonesia dengan harga kompetitif dan kualitas lebih baik.
Model seperti Wuling Confero memberikan pilihan yang lebih menarik dibandingkan Datsun, semakin mempersempit peluang Datsun untuk bertahan.
6. Dicabutnya Subsidi LCGC
Kebijakan pemerintah yang menghapus subsidi untuk mobil LCGC menyebabkan harga mobil murah naik. Sayangnya, Datsun tidak menawarkan peningkatan kualitas yang sebanding dengan kenaikan harga, sehingga semakin sulit menarik minat pembeli.
Akhir Perjalanan Datsun di Indonesia
Penjualan Datsun terus menurun drastis dari 20.520 unit pada 2014 menjadi hanya sekitar 5.000 unit pada 2019.
Akhirnya, pada tahun yang sama, Nissan memutuskan untuk menghentikan operasional Datsun di Indonesia.
Secara total, Datsun hanya mampu menjual sekitar 90.000 unit selama beroperasi di Indonesia, angka yang jauh dari ekspektasi.
Kesimpulan Gagalnya Datsun di Indonesia adalah hasil kombinasi berbagai faktor, mulai dari strategi pemasaran yang salah, kualitas produk yang kurang kompetitif, hingga persaingan ketat dari merek-merek lain.
Kesalahan utama Datsun adalah gagal memahami ekspektasi pasar Indonesia yang tidak hanya menginginkan mobil murah, tetapi juga berkualitas dan nyaman. *AT