Kata ‘Maneh’ untuk Seorang Gubernur, Pantaskah?

Ilustrasi Sopankah Kata Maneh?
Sumber :
  • freepik.com

Mindset –Kontroversi guru honorer Muhammad Sabil Fadilah sedang viral di media sosial. Kontroversi tersebut berakar dari komentar dia di salah satu unggahan Instagram Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil

Bukan Panjalu, Ini Kecamatan dengan Jumlah Penduduk Terbesar dan Terkecil di Kabupaten Ciamis

Komentar lengkap Muhammad Sabil Fadilah ditulis dalam bahasa Sunda campuran sebagai berikut:

Dalam zoom ini, Maneh teh keur jadi gubernur jabar ato kader partai ato pribadi @ridwankamil ???.

Rasio RT dan RW Serta Analisis Demografi PNS di Kabupaten Ciamis

Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia secara utuh dan literal maka artinya:

Dalam zoom ini, Kamu sedang jadi gubernur jabar atau kader partai atau pribadi @ridwankamil ???.

Menelusuri Letak Astronomis dan Geografis Kabupaten Ciamis, Keunikan dan Batas Wilayahnya

Kontroversi mengerucut pada penggunaan kata maneh. Bertolak dari sana kemudian ramai diperbincangkan isu bahwa Muhammad Sabil Fadilah kemudian dipecat dari tempat dia mengajar, SMK Telkom Sekar Kuningan, Kota Cirebon.

Isu yang beredar adalah pemecatan tersebut merupakan akibat pesan dari Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil ke sekolah tersebut terkait komentar Muhammad Sabil Fadilah yang dianggap tidak sopan. 

Terlepas dari sahih tidaknya isu tersebut, benarkah dari segi aturan berbahasa Sunda komentar Muhammad Sabil Fadilah menggunakan kata maneh tersebut tidak sopan?

Manéh dalam Kamus Sunda dan Penggunaannya

Kamus Basa Sunda susunan R.A. Danadibrata

Photo :
  • Tokopedia

Hal pertama yang harus diperhatikan adalah kata maneh seharusnya ditulis manéh karena huruf e pada kata tersebut dibaca seperti e pada kata tempe.

Kata manéh sudah tercatat dalam Kamus Bahasa Sunda Jonathan Rigg, A Dictionary of the Sunda Language of Java yang terbit pada tahun 1862. Kamus Jonathan Rigg adalah kamus dwibahasa Sunda-Inggris. 

Dalam kamus tersebut dijelaskan bahwa kata manéh digunakan untuk merujuk diri atau diri sendiri. Disebutkan bahwa kata manéh juga sering digunakan untuk menjadi adjektiva penanda kepemilikan baik untuk orang kedua (your) ataupun orang ketiga (his dan her).

Jonathan Rigg memberi contoh manéhna yang bisa berarti diriku sendiri, dirimu sendiri, atau dirinya sendiri. Contoh lain adalah saha ngaran manéhna? yang diartikan what is your name?, siapa namamu? 

Mari kita merujuk kamus lain yang lebih kontemporer dan lengkap, yaitu Kamus Basa Sunda terlengkap karya leksikografer kelahiran Ciamis, R.A. Danadibrata. Kamus tersebut menyebutkan 2 makna kata manéh

Pertama, gaganti ngaran jelema kadua, silaing, sia (kata ganti orang kedua, silaing, sia). Untuk pengertian ini kamus tersebut memberi keterangan bahwa kata tersebut termasuk kata kasar. 

Silaing dan sia juga merupakan kata ganti orang kedua. Silaing berasal dari silah aing dan Kamus Danadibrata memberi keterangan bahwa kata tersebut lazim digunakan terhadap orang yang sudah sangat akrab (conggah pisan).

Sementara kata sia, sebagaimana keterangan dalam kamus yang sama, digunakan di kalangan anak sekolah terhadap teman-teman atau digunakan terhadap orang yang usianya jauh di bawah si pengucap. 

Kedua, kata manéh juga bisa digunakan untuk menunjuk pada diri sendiri, contohnya frasa ngagantung manéh

Ngagantung manéh kalau dimaknai menggunakan pengertian pertama maka artinya adalah menggantung kamu, padahal frasa tersebut harus dimaknai menggunakan pengertian kedua, artinya (bunuh diri dengan cara) menggantung diri.

R.A. Danadibrata menyusun kamusnya dengan metode deskriptif, artinya dia melakukan penelusuran penggunaan kata-kata oleh orang-orang Sunda dalam kehidupan nyata. Kamus disusun selama 40 tahun dari tahun 1930—1973. 

Dengan demikian kita bisa menjadikan kamus tersebut pegangan penggunaan lema bahasa Sunda yang ada di dalamnya termasuk terkait etika penggunaannya secara adat.

Sopankah Kata Manéh dalam Komentar Sabil Fadilah?

Muhammad Sabil Fadilah dan Ridwan Kamil

Photo :
  • viva.co.id

Jadi, sopankah Muhammad Sabil Fadilah menggunakan kata manéh dalam komentar dia terhadap unggahan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil?

Sebagaimana sudah diberitakan oleh Mindset sebelumnya, guru honorer tersebut mengatakan bahwa dia sama sekali tidak bermaksud merendahkan atau tidak sopan terhadap Ridwan Kamil.

Selain itu, dia juga memandang Ridwan Kamil sosok yang ramah dan akrab di media sosial dengan para pengikutnya.

Menyinggung kata manéh, Muhammad Sabil Fadilah menyebut bahwa kata tersebut digunakan terhadap sesama (teman dekat). 

Merujuk kamus R.A. Danadibrata, aturan penggunaan kata manéh bukan sekadar “digunakan terhadap sesama (teman dekat)”, tetapi bahwa kata tersebut termasuk pronomina kasar yang setara dengan silaing dan sia.

Dengan kata lain, kata manéhsilaing, dan sia layak digunakan kepada 1. Orang yang dengannya kita sudah sangat akrab, 2. Kawan sebaya, atau 3. Orang yang usianya jauh di bawah kita. 

Sekarang mari kita lihat, apakah Muhammad Sabil Fadilah sangat akrab dengan Ridwan Kamil?

Ada memang beredar potret mereka saat Muhammad Sabil Fadilah mendukung Ridwan Kamil dalam Pilkada Jabar, tetapi momen tersebut sudah berlangsung lama dan tidak ada gambaran bahwa mereka masih sangat akrab saat komentar kata manéh itu dilontarkan. 

Apakah mereka kawan sebaya? Jelas tidak. Muhammad Sabil Fadilah berusia 34 tahun, Ridwan Kamil berusia 51 tahun.

Dengan ini pula sudah jelas bahwa justru Muhammad Sabil Fadilah yang usianya berada di bawah Ridwan Kamil. 

Satu hal yang harus dicatat, komentar tersebut dilontarkan di media sosial. Media sosial memang menyediakan dunia semu tempat 3 aturan seperti disebutkan di atas terlihat nihil.

Di media sosial, diiringi dengan spontanitas, lahir kesan bahwa semua orang setara, semua orang sebaya, semua orang akrab. 

Dalam dunia semu semacam itu orang kerap lupa etika dan baru terkejut ketika segala kesetaraan tersebut ternyata hanya semu.

Kritik terhadap pemimpin tentu penting, tetapi menjaga etika saat menyampaikan kritik juga sama pentingnya. 

Selain itu, untuk menjaga supaya kita tidak terlena dalam dunia semu semacam itu, penting memperhatikan satu kalimat bijak bahwa pikirlah kembali sebelum mengatakan sesuatu.

Ini tentu berlaku juga sebelum kita menulis unggahan atau komentar di media sosial, baik untuk Gubernur Jawa Barat ataupun terhadap orang-orang lain. 

Kita tentu tidak boleh lupa bahwa walau bagaimana pun Ridwan Kamil adalah Gubernur Jawa Barat, simbol bapak bagi semua rakyat Jawa Barat.

Ketika kita menyampaikan kritik terhadapnya di ruang publik terkait posisinya sebagai Gubernur Jawa Barat, posisi kita dengannya adalah posisi seorang anak terhadap seorang bapak. 

Tentu saja tidak ada kamus mana pun dan tidak ada guru mana pun, honorer ataupun tetap, yang akan mengatakan bahwa mengucapkan kata manéh kepada bapak, saat hanya berdua ataupun apalagi di ruang publik, adalah tindakan sopan.