Politik Identitas, Variasi Citra, dan Kerentanan Perpecahan

Politik Identitas
Sumber :
  • Unsplash @tamara_photography

MindsetPolitik identitas adalah teknik yang menjanjikan bagi politikus di masa lalu dan semakin menjanjikan bagi politikus di masa kini. Ia bermula dari pengondisian citra dan citra adalah sesuatu yang makin mudah dibentuk pada era media sosial. Politik identitas menjanjikan karena melaluinya seorang politikus bisa memperbesar suara pemilih tanpa harus melakukan apa pun selain pencitraan. 

Penyair Joko Pinurbo Meninggal, Sastra Indonesia Kembali Berduka

Namun, politik identitas harus dilakukan dengan cermat untuk tidak memberi efek sebaliknya. Pada titik ini dituntut kecermatan politikus untuk memilih identitas apa yang akan dia sandang dan kemudian dipolitisasi. 

Kesalahan memilih identitas justru akan membuat politikus terkunci dalam satu ceruk sempit. Karena itu, satu hal yang biasa paling dipertimbangkan terkait pemilihan identitas adalah besar kecilnya cakupan ceruk identitas tersebut. 

Sembako Mahal? Ini Cara Menyikapinya Ala Ulama Tasawuf Imam Qusyairi

Sebagai contoh, jika kita terjun ke dalam politik Indonesia, memilih melakukan politisasi identitas suku Jawa jelas menjanjikan ceruk yang lebih besar daripada jika misalnya memilih salah satu suku minor. Hal tersebut tentu akan berbeda tergantung medan politik mana yang diincar. 

Kesukuan, ras, dan agama adalah 3 identitas yang paling laris dipolitisasi dalam perjalanan politik kita. Kita ingat adagium yang pernah ramai dibahas terkait anggapan bahwa Presiden Indonesia cenderung merupakan orang Jawa. Kita juga ingat kekalahan Ahok dalam Pilkada DKI yang sedikit banyak merupakan efek dari posisinya yang bertentangan dengan identitas agama mayoritas

Dajjal Jadi Trending Topik di Twitter X, Ini Doa Agar Terhindar dari Fitnahnya

Keberhasilan politik identitas pada dasarnya disebabkan kecenderungan umum manusia sebagai homo simbolicum. Politik merupakan hal besar terkait kepemimpinan, status yang sejak awal sudah menyandang muatan simbolis. Dengan kata lain, realitas kerap diabaikan dan digeser oleh simbol. 

Maka rekam jejak seorang politikus bisa dengan mudah diabaikan sepanjang dia berhasil menempatkan diri sebagai simbol yang pemilih harapkan. Tiga identitas yang sudah disebutkan di awal merupakan ranah paling menjanjikan untuk meraih posisi simbolis karena ketiganya menyimpan muatan emosional tinggi. 

Ketika dipergunakan untuk memenangkan ceruk pemilih yang besar, politik identitas tampak kontradiktif. Sejak awal, politik identitas memperkuat sentimen sehingga merupakan kebalikan dari upaya politik sehat yang mencoba menghapus perbedaan. 

Akan tetapi kontradiksi itu diatasi oleh politik identitas dengan caranya sendiri. Politik identitas meraih suara pemilih yang besar bukan melalui penghapusan perbedaan, melainkan melalui pengondisian ceruk-ceruk kecil. Dalam hal ini politik identitas lebih mengincar kesamaan tujuan dari identitas-identitas yang berbeda.

Oleh sebab itu, variasi citra adalah salah satu kunci keberhasilan politik identitas. Orang yang sukses menjalankan politik identitas cenderung orang yang memiliki keahlian menampilkan citra dirinya sebagai pemilik lebih dari satu identitas.

Namun, justru sebab itu pula keberhasilan politik identitas mengantarkan seorang politikus mencapai tujuan merupakan sesuatu yang rentan. Sudah merupakan kecenderungan psikologi kelompok bahwa ketika tujuan umum sudah tercapai, perbedaan-perbedaan antara masing-masing kelompok akan menguat. 

Meski demikian, seseorang yang berpengalaman menampilkan identitas beragam tentu memiliki manajemen konflik yang juga bagus. Selain itu, perpecahan yang terjadi di kalangan pemilih umum juga bisa dipandang bukan hal besar yang bisa mengganggu posisi yang sudah dicapai.

Sejak awal, kita tahu, politik identitas memandang manusia sebagai kumpulan angka yang bernaung di bawah satu kategori. Ketika jumlah angka yang diinginkan sudah berhasil mengantarkan politikus ke tujuan, angka-angka tersebut tidak lagi berguna, atau tetap berguna sepanjang angka-angka itu tetap betah berada di bawah pesona politik identitas.