Mengenal Mardoton, Tradisi Menangkap Ikan di Danau Toba yang Terus Lestari Hingga Kini

Mardoton, Tradisi Menangkap Ikan di Danau Toba.
Sumber :
  • Instagram/@leosagala_

Sumatra Utara, Mindset – Mengenal Mardoton, tradisi menangkap ikan di Danau Toba yang terus lestari hingga kiniakan diulas dalam artikel ini.

Mengungkap Tradisi Ma'nene, Ritual Mengganti Pakaian Mayat di Toraja yang Penuh Misteri

Danau Toba, danau vulkanik terbesar di dunia yang terletak di Sumatera Utara, Bukan hanya terkenal karena keindahan alamnya yang menakjubkan. Tetapi juga karena kekayaan budaya dan tradisi masyarakat Batak yang masih hidup hingga kini. 

Salah satu tradisi yang bertahan lama di tengah modernisasi adalah Mardoton, sebuah cara menangkap ikan yang telah diwariskan turun-temurun oleh leluhur masyarakat di sekitar Danau Toba.

Sejarah dan Filosofi Mardoton

Pesona Kampung Madu Banjaranyar, Surga Lebah yang Mengagumkan di Kabupaten Ciamis

Mardoton adalah sebuah metode tradisional menangkap ikan yang dilakukan dengan menggunakan alat sederhana, seperti jala dan jaring, di kawasan Danau Toba.

Teknik ini dikenal sebagai salah satu bentuk kearifan lokal yang tidak hanya melibatkan keahlian, tetapi juga pemahaman mendalam tentang ekosistem danau.

Kisah Yudi Efrinaldi, Jualan “Es Gak Beres” dari Gerobak Pinggir Jalan Hingga Omzet Ratus Juta

Kearifan lokal ini mengajarkan masyarakat untuk menjaga keseimbangan alam dengan hanya mengambil ikan secukupnya. Hal ini dilakukan agar sumber daya alam tidak habis dan dapat terus dinikmati oleh generasi berikutnya.

Tradisi ini telah diwariskan sejak zaman nenek moyang suku Batak, khususnya di desa-desa seperti Tuktuk Siadong di Pulau Samosir, yang menjadi pusat budaya Batak.

Para sesepuh desa masih mengajarkan teknik Mardoton kepada generasi muda, sambil menyisipkan nilai-nilai filosofi tentang hubungan manusia dengan alam.

“Kami selalu diajarkan untuk menghormati danau, mengambil ikan seperlunya, dan tidak serakah,” ungkap salah satu nelayan setempat.

Proses Mardoton yang Tetap Terjaga 

Warga menjala ikan dengan jaring saat tradisi Mardoton di Danau Toba.

Photo :
  • Instagram/@Dandito_manurung

Mardoton umumnya dilakukan pada pagi hari, saat danau masih tenang.

Para nelayan akan berlayar menggunakan perahu kecil, kemudian menebar jala di titik-titik tertentu yang dianggap sebagai habitat ikan.

Proses ini memerlukan kesabaran dan pengalaman yang dalam, karena teknik ini berbeda dengan metode modern yang menggunakan teknologi canggih.

Di sinilah nilai Mardoton terasa istimewa, karena masyarakat tidak hanya mencari ikan, tetapi juga menjaga keberlanjutan danau.

Meski terkesan sederhana, Mardoton adalah cerminan dari harmonisasi antara manusia dan alam.

“Tradisi ini tidak hanya tentang menangkap ikan, tetapi juga tentang melestarikan warisan leluhur dan menjaga ekosistem Danau Toba,” ujar seorang warga setempat.

Mardoton di Tengah Arus Modernisasi

Meski kini dunia perikanan sudah sangat modern dengan alat-alat canggih, Mardoton tetap dipertahankan oleh masyarakat di sekitar Danau Toba.

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa tantangan besar dihadapi untuk mempertahankan tradisi ini.

Globalisasi dan perkembangan teknologi perikanan memunculkan ancaman bagi metode tradisional seperti Mardoton.

Namun, beberapa komunitas lokal terus berusaha menjaga tradisi ini sebagai bentuk identitas dan budaya mereka.

Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan edukasi generasi muda tentang pentingnya menjaga tradisi ini.

Masyarakat dan pemerintah daerah berkolaborasi dalam mengadakan berbagai kegiatan budaya, seperti festival dan lomba menangkap ikan dengan metode Mardoton.

Hal ini diharapkan dapat menarik minat generasi muda untuk belajar dan melestarikan tradisi ini.

Pentingnya Melestarikan Tradisi Mardoton

Di balik metode Mardoton yang sederhana, terdapat nilai-nilai penting yang relevan dengan konsep keberlanjutan lingkungan yang semakin dibicarakan saat ini.

Dengan hanya menangkap ikan dalam jumlah yang tidak berlebihan, masyarakat sekitar Danau Toba telah menjalankan prinsip-prinsip ekologi. Hal ini sejalan dengan upaya menjaga keseimbangan ekosistem.

Jika tradisi ini hilang, kita tidak hanya kehilangan warisan budaya, tetapi juga konsep-konsep keberlanjutan yang diwariskan oleh nenek moyang.

Upaya untuk melestarikan Mardoton juga berkaitan dengan menjaga kelestarian Danau Toba itu sendiri.

Ekosistem danau yang terjaga dengan baik akan memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat, termasuk dalam hal pariwisata dan perikanan.

Mardoton adalah lebih dari sekadar cara tradisional menangkap ikan; ini adalah cerminan dari hubungan harmonis antara manusia dan alam. 

Dalam menghadapi perkembangan zaman dan modernisasi, sangat penting untuk menjaga dan melestarikan tradisi Mardoton ini, tidak hanya demi kelangsungan budaya, tetapi juga untuk keberlanjutan ekosistem Danau Toba. Melalui edukasi dan partisipasi aktif, generasi mendatang diharapkan dapat meneruskan warisan yang berharga ini. *AT