Perempuan Naik Haji Boleh Tanpa Suami atau Mahram? Ini Penjelasan Buya Hamka
- freepik.com
Mindset –Di dalam Islam, perempuan biasanya ditemani oleh suaminya atau mahram dia jika dia melakukan perjalanan jauh. Mahram adalah laki-laki yang haram dinikahi, misalnya, ayah, saudara laki-laki, atau paman.
Sementara itu, ibadah haji termasuk Rukun Islam dan merupakan ibadah wajib bagi yang mampu, baik dia laki-laki ataupun perempuan.
Persoalannya kemudian, bagaimana jika perempuan mampu melaksanakan ibadah haji sementara karena satu dan lain alasan suami atau mahram dia tidak bisa mendampingi?
Beberapa ulama berbeda pendapat menyikapi situasi semacam itu. Berikut Mindset rangkumkan penjelasannya dengan merujuk pada Buya Hamka dalam buku 1001 Soal Kehidupan.
Hukum Perempuan Naik Haji Tanpa Suami atau Mahram
Menurut Buya Hamka, sebagian ulama berpendapat bahwa perempuan tidak wajib naik haji kalau seandainya suami atau mahram dia tidak bisa mendampingi.
Ulama-ulama yang berpendapat demikian adalah Imam Abu Hanifah, An-Nakha’I, Al-Hasan Al-Bisri, dan Imam Ahmad bin Hambal, dan Ishaq.
Pendapat para ulama tersebut merujuk pada hadis sahih diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Dalam hadis haji tersebut dijelaskan kasus seorang laki-laki yang ingin pergi berperang sementara istrinya akan naik haji.
Nabi kemudian menyuruh laki-laki untuk mendampingi istrinya naik haji.
Akan tetapi Buya Hamka juga menjelaskan bahwa ada pendapat masyhur dalam Mazhab Syafii yang menyatakan bahwa meski suami atau mahram tidak ada, perempuan boleh naik haji sepanjang dia aman dalam perjalanannya.
Disebutkan juga bahwa sepanjang perempuan tersebut ikut rombongan tempat berada perempuan-perempuan yang dipercaya keagamaannya.
Pendapat tersebut berdasar pada hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Selanjutnya, Buya Hamka juga menjelaskan bahwa menurut Imam Ibnu Sirin, Imam Malik, dan Imam Syafii, keberadaan mahram bukan merupakan syarat haji, melainkan anjuran nabi yang harus dipegang kalau situasi bagi perempuan tidak aman.
Akan tetapi di akhir Buya Hamka juga memberi catatan bahwa menurut beliau, seandainya seorang perempuan sudah sakit-sakitan dan tua, lebih baik dia ditemani mahram, lebih diutamakan anak kandung.
Hal itu berdasarkan pada kekhawatiran bahwa seandainya sakitnya kambuh dan agak berat, pihak yang akan merawat dengan telaten tentu merupakan anak kandung.
Demikian penjelasan Buya Hamka terkait hukum haji perempuan yang berangkat tanpa disertai oleh suami atau mahram.