Ternyata Begini Status Suami Mokondo Menurut Imam Ghazali
- Unplash.com
Mindset –Istilah Mokondo pernah trending beberapa waktu lalu di media sosial, terutama di Twitter atau X.
Istilah tersebut digunakan untuk merujuk pada suami benalu, yakni suami yang tidak mau bekerja dan mengandalkan penghasilan atau harta istri.
Mokondo sendiri merupakan singkatan dari Modal Ko(....) Doang, dengan Ko singkatan dari alat kelamin laki-laki.
Dengan demikian, istilah tersebut juga merujuk pada pria yang menjadi suami dengan hanya modal alat kelamin.
Pria semacam tersebut saat sudah menjadi suami kerjanya hanya malas-malasan alih-alih menghasilkan uang.
Saat trending, istilah Mokondo digunakan dengan nada peyoratif atau cemooh terhadap tokoh publik tertentu.
Kemudian penggunaan istilah tersebut menyebar dan kini digunakan juga di kalangan akar rumput.
Biasanya istilah tersebut digunakan oleh seorang istri untuk menumpahkan kekesalannya terhadap suami yang terutama tidak mau bekerja.
Mokondo dalam Kitab Ihya Ulumuddin
Kitab atau buku Ihya Ulumuddin adalah buku terkenal karangan Imam Ghazali, dalam versi bahasa Arab biasa dicetak standar 4 jilid.
Buku tersebut biasa dikategorikan sebagai buku tasawuf dengan aliran tasawuf moderat, tidak ekstrem.
Buku tersebut biasa dikaji oleh anak-anak pesantren dan menjadi salah satu rujukan utama terutama terkait akhlak.
Salah satu bab dalam Ihya Ulumuddin adalah tentang pernikahan dalam sudut pandang Islam.
Uniknya, ketika membahas tentang kriteria unggul seorang perempuan untuk menjadi seorang istri, pembahasan menyinggung juga tipe suami mokondo.
Bunyi teks terkait adalah sebagai berikut:
Teks tersebut menyebutkan bahwa sebagaimana makruh hukumnya pihak perempuan menaikkan mahar, makruh pula hukumnya pihak laki-laki menanyakan harta calon istrinya.
Selanjutnya Imam Ghazali menyebutkan bahwa tidak patut seorang pria menikahi seorang perempuan karena ingin menguasai hartanya.
Imam Ghazali kemudian mengutip perkataan Sufyan Ats-Tsaury dalam kitab Qutul Qulub karangan Abu Thalib al-Makki.
Perkataan tersebut menyatakan bahwa apabila seorang laki-laki menikah seraya mempertanyakan harta sang istri maka ketahuilah bahwa dia adalah pencuri.
Dengan demikian, jika disesuaikan dengan konteks sekarang, suami mokondo yang hidup mengandalkan harta istrinya semata adalah seorang pencuri.