4 Pendapat Buya Hamka tentang Dukun, Salah Satunya Soal Sugesti
- Freepik @Macrovector
Mindset –Dukun sedang trending di media belakangan ini. Memang meski sudah melewati zaman modern, keberadaan dan wacana-wacana tentang dukun masih terus ada.
Salah satu kisah tragis orang-orang yang percaya dukun misalnya kisah terbaru Mbah Slamet atau Tohari di Banjarnegara. Dukun yang memberi iming-iming penggandaan uang tersebut pada akhirnya malah melakukan pembunuhan 12 orang klien.
Salah seorang ulama yang pernah berpendapat tentang dukun adalah Buya Hamka. Buya Hamka adalah ulama besar sekaligus sastrawan yang film biografinya, film Buya Hamka, akan rilis 20 April 2023.
Buya Hamka mengungkapkan pendapatnya panjang lebar sebagai jawaban untuk seorang penanya di rubrik yang beliau asuh di majalah Pedoman Masyarakat. Kumpulan tanya jawab tersebut kemudian dibukukan menjadi 1001 Soal Kehidupan (2016).
Penanya mempertanyakan cara pengobatan dukun populer yang tidak mengobati menggunakan obat, tetapi menggunakan doa atau ayat Al Quran.
Satu poin yang harus digarisbawahi, dukun itu juga selalu memberikan alasan di balik sakitnya klien dengan menyebutnya diganggu oleh ruh pendahulunya, misalnya ruh ayah atau nenek yang mengalami siksa kubur sehingga mengganggu anak cucunya.
Penjelasan tersebut membuat klien sedih dan kecewa karena kerap kali nama-nama yang disebut adalah orang yang saleh semasa hidupnya.
Klien kemudian disuruh membaca surah tertentu dengan bilangan tertentu untuk menghapus siksa kubur sehingga ruh tersebut tidak lagi mengganggu anak cucunya.
Buya Hamka menjawab panjang lebar terkait eksistensi perdukunan di masyarakat. Berikut Mindset rangkum jawaban tersebut menjadi 4 poin sebagai berikut.
1. Sisa-Sisa Animisme
Menurut Buya Hamka, cara-cara pengobatan dukun seperti yang ditanyakan adalah sisa kepercayaan animisme kuno jahiliyah yang diberi baju Islam.
Salah satu contoh keyakinan animisme misalnya kepercayaan terhadap pohon keramat karena dianggap menjadi tempat tinggal ruh leluhur desa.
Setelah datang Islam, tradisi-tradisi animisme tersebut dilakukan oleh para dukun tetapi mantra-mantranya diganti dengan Al Quran.
2. Memanfaatkan Sugesti
Buya Hamka mengatakan bahwa cara-cara perdukunan adalah takhayul. Dukun hanya mengatakan khayalan-khayalan yang tidak ada kebenarannya.
Adapun orang-orang yang percaya pada dukun adalah orang-orang yang lemah iman akibat kurang mendalami tauhid. Hal itu membuat mereka rentan terpengaruh sugesti sehingga akalnya tidak berfungsi.
3. Lawannya Ilmu Pengobatan Islam
Menurut Buya Hamka, dalam Islam sendiri ada ilmu pengobatan. Beliau menyebutkan contoh dua kitab yang bisa dijadikan rujukan yaitu Tazkiratu Daud al-Intaky dan Zaadul Ma’ad.
Salah satu prinsip ketabiban Islam adalah tabib pertama-tama harus menghilangkan ketakutan dari hati orang yang bertobat. Jadi bukan justru malah membuat sedih dan takut dengan menyebut ayah atau neneknya terkena siksa kubur.
4. Beberapa Obat Penyakit menurut Islam
Buya Hamka juga menjelaskan bahwa ada dua macam penyakit dalam Ilmu Pengobatan Islam. Yang pertama adalah jenis penyakit badan atau jasmani dan yang kedua adalah penyakit rohani.
Bisa jadi penyakit jasmani justru merupakan efek dari penyakit rohani.
Nah, Buya Hamka juga menjelaskan bahwa tangkal penyakit paling hebat adalah tauhid, termasuk 99 nama Allah dan lebih utama lagi Ismul A’zham, yaitu nama-nama Allah Yang Mahabesar.
Membaca semua itu bisa menjadi penangkal penyakit rohani. Selain itu, penyakit rohani juga bisa merupakan efek akibat melakukan dosa besar.
Adapun untuk obat penyakit jasmani Buya Hamka juga menyinggung ramuan-ramuan alami tertentu.
Lalu bagaimana dengan wirid atau bacaan untuk menyembuhkan penyakit?
Buya Hamka membahasnya juga tetapi dengan menekankan bahwa semua itu hanya alat. Wirid-wirid tersebut harus jelas bersumber dari Al Quran dan Hadis dan harus didasarkan pada tauhid.
Demikian 4 poin yang Mindset ringkas terkait penjelasan Buya Hamka mengenai dukun dan fenomena perdukunan. Selengkapnya Sobat Mindset bisa membaca di buku karangan Buya Hamka berjudul 1001 Soal Kehidupan.