Nyiar Lumar, dari Runtuhnya Orde Baru Menuju Budaya
Mindset – Nyiar Lumar adalah salah satu tradisi yang rutin diselenggarakan setiap dua tahun sekali di Kecamatan Kawali, Ciamis. Puncak prosesi dilakukan di Astana Gede yang merupakan tempat pemakaman Raja Galuh. Dalam pelaksanaannya, tradisi ini sudah menjadi salah satu daya tarik bagi para pengunjung bukan hanya dari wilayah-wilayah sekitar melainkan juga dari luar daerah.
Tradisi Nyiar Lumar bermula pada tahun 1998, bertepatan dengan kulminasi demonstrasi menuntut pelengseran presiden Soeharto pada bulan yang WS Rendra sebut dalam sajaknya sebagai "bulan gelap raja-raja". Dalam bahasa Sunda, nyiar artinya mencari, sementara lumar atau supa lumar menurut Kamus Sunda-Indonesia karangan R. Satjadibrata adalah sejenis cendawan yang bercahaya dalam gelap.
Tradisi Nyiar Lumar memang menekankan pesan ekologis untuk mendekatkan kembali diri dengan alam, berkontemplasi tentang akar kehidupan, dan mencari jati diri. Dengan demikian, diharapkan manusia memiliki keteguhan untuk menapakkan kaki menuju masa depan.
Setelah berbagai acara formal, prosesi utama Nyiar Lumar dilakukan dengan menempuh perjalanan (lalampahan) malam hari sejarak kira-kira satu kilometer dari kantor kecamatan Kawali menuju Astana Gede. Di sanalah kemudian para pengunjung bisa menyaksikan sajian berbagai jenis kesenian lokal.
Berbagai kesenian daerah yang disajikan dalam Nyiar Lumar misalnya Karinding Nyengsol, Calung Sekar Hanjuang, ataupun pembacaan puisi-puisi Sunda. Pementasan kesenian dan pembaca puisi selalu berbeda tiap kali diselenggarakan dan sepanjang perjalanannya Tradisi Nyiar Lumar hanya sempat tidak diselenggarakan sekali pada tahun 2020 disebabkan pandemi.
Satu acara yang juga pasti ada dalam prosesi adalah pementasan sejarah terkait peristiwa Pasunda Bubat. Prosesi Nyiar Lumar kemudian ditutup dengan Ronggeng Gunung yang berlangsung sampai tibanya waktu subuh.