Hidup Tanpa Berfilsafat Itu Seperti Menutup Mata? Penjelasan Fahruddin Faiz Tentang Filosofi Dekat

Kenapa Hidup Tanpa Berfilsafat Itu Seperti Menutup Mata.
Sumber :
  • Ist

Mindset – Hidup sering kali kita jalani tanpa banyak bertanya atau mempertanyakan apa yang kita lakukan, apa yang kita percayai, dan ke mana arah hidup kita. 

Dalam dunia yang penuh dengan informasi dan kebisingan, banyak orang memilih untuk tetap berada dalam zona nyaman, mengikuti arus tanpa merenung. 

Namun, jika hidup dijalani tanpa refleksi mendalam, apakah kita benar-benar memahami makna kehidupan? 

Sebagaimana dikatakan oleh filsuf ternama, "To live without philosophizing is in truth the same as keeping the eyes closed without attempting to open them."

Hidup tanpa berfilsafat, seperti menutup mata tanpa berusaha untuk membukanya.

Filosofi hidup ini mengajak kita untuk membuka mata, berpikir kritis, dan menyelami kehidupan dengan pemahaman yang lebih dalam.

Mengapa Filosofi itu Penting?

Filsafat bukanlah sesuatu yang hanya ditemukan di ruang kelas atau dalam buku-buku tebal. 

Filsafat sejatinya adalah cara kita berpikir, merespons kehidupan, dan mengevaluasi berbagai aspek dari kenyataan yang kita hadapi.

Sebagai contoh, filosofi kehidupan yang diperkenalkan oleh Dr. H. Fahruddin Faiz dalam Ngaji Filsafat menggambarkan pentingnya refleksi hidup untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam.

Filosofi dekat ini mengajarkan kita untuk tidak hanya menerima kenyataan begitu saja, tetapi untuk meragukan dan mempertanyakan segala hal yang kita hadapi.

Dalam filsafat, kita belajar untuk melihat dunia melalui lensa kritis, membuka pikiran untuk kemungkinan-kemungkinan yang lebih besar, dan tidak terjebak dalam rutinitas yang menyesatkan.

Dr. Faiz menyampaikan, "Hidup tanpa berfilsafat itu sama dengan menutup mata. Anda punya mata, banyak hal indah di sekeliling Anda, tetapi Anda memilih untuk menutupnya."

Prinsip Kehidupan yang Bermakna: Berfilsafat dengan "Metode Keranjang Apel"

Filsafat hidup yang praktis bukan hanya untuk para intelektual atau filsuf, tetapi untuk siapa saja yang ingin menjalani hidup dengan lebih bermakna.

Salah satu ajaran utama dalam filsafat Dekat (Descartes) adalah prinsip "Dubium sapientiae initium" yang berarti "keraguan adalah awal dari kebijaksanaan".

Filosofi ini mengajak kita untuk meragukan segala hal, termasuk apa yang sudah kita anggap pasti atau benar.

Hanya dengan cara ini, kita bisa memisahkan mana yang benar dan mana yang salah, sebagaimana kita memilih apel busuk dari keranjang.

Dekat menggambarkan filosofi ini dengan contoh sederhana: bayangkan kita membawa sebuah keranjang apel yang berisi apel-apel, sebagian baik, sebagian busuk.

Jika kita ingin memisahkan apel busuk, kita harus menumpahkan semua apel dan memilahnya satu per satu.

Demikian juga dengan pikiran kita—kita harus menilai ulang semua pandangan dan keyakinan kita, memisahkan yang benar dan yang salah, agar tidak terpengaruh oleh "apel busuk" dalam kehidupan kita.

Berfilsafat untuk Menghindari Pemikiran Dogmatis

Di dunia yang semakin terhubung ini, kita terus diserbu dengan informasi, opini, dan perspektif dari berbagai penjuru.

Tanpa filter yang baik, kita bisa terjebak dalam arus informasi yang salah atau bias.

Filosofi mengajarkan kita untuk berhati-hati dalam menerima segala informasi, menganalisisnya dengan cermat, dan tidak mudah terbawa arus.

Dalam konteks ini, Dr. Faiz mengingatkan kita untuk tidak terjebak dalam polemik atau opini yang tidak jelas.

Masyarakat kita sering kali lebih suka berdebat dan terjebak dalam perbedaan daripada mencari kebenaran yang lebih dalam.

Filosofi hidup yang mengajarkan untuk selalu merenung, meragukan, dan menguji kebenaran bukan hanya penting dalam kehidupan pribadi, tetapi juga dalam interaksi sosial kita.

Dengan berfilsafat, kita akan lebih bijaksana dalam memberi nasihat, berkomunikasi, dan menanggapi berbagai masalah yang muncul.

Membangun Kehidupan yang Bermakna dengan Filsafat

Filsafat memberikan kita metode untuk mengevaluasi dan memperbaiki cara hidup kita. Sebagaimana dikatakan oleh Socrates, "An unexamined life is not worth living"—hidup yang tidak diuji tidak layak untuk dijalani.

Hidup tanpa berfilsafat artinya hidup tanpa pemahaman yang mendalam tentang diri kita sendiri dan dunia di sekitar kita.

Dengan filosofi, kita dapat membangun kehidupan yang lebih bermakna, yang penuh dengan refleksi, pertanyaan, dan pencarian kebenaran. Hidup yang lebih bermakna bukan hanya tentang pencapaian duniawi, tetapi tentang memahami makna sejati dari keberadaan kita, dan bagaimana kita berhubungan dengan dunia ini.*RCH