Moge Dikawal Polisi, Perlukah? Ini Fakta dan Kontroversinya!

Ilustrasi motor gede (moge) untuk touring.
Sumber :
  • Unplash/ Andrei Ianovskii

MindsetKonvoi moge dikawal polisi sering menuai pro dan kontra. Benarkah diperlukan untuk keamanan, atau sekadar bentuk privilese? Simak fakta dan kontroversinya di sini!

Konvoi motor gede (moge) yang dikawal polisi bukan pemandangan asing di jalan raya Indonesia. Rombongan moge sering melaju dengan pengawalan khusus, lengkap dengan sirine dan rotator, membuat pengguna jalan lain harus menepi.

Namun, apakah tindakan ini benar-benar perlu? Ataukah justru menjadi bentuk privilese yang menuai kecaman? Artikel ini akan mengupas fakta, regulasi, serta kontroversi seputar pengawalan moge.

Aturan Hukum: Siapa yang Berhak Dikawal Polisi?

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), Pasal 134 menyebutkan kendaraan yang mendapatkan prioritas di jalan, termasuk:

  1. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang bertugas.
  2. Ambulans yang mengangkut orang sakit.
  3. Kendaraan penegak hukum yang sedang menjalankan tugas.
  4. Kendaraan kepala negara dan tamu negara.
  5. Kendaraan pejabat tinggi negara.
  6. Iring-iringan jenazah.

Konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Polri.

Poin ketujuh inilah yang kerap menjadi celah bagi konvoi moge untuk mendapatkan pengawalan polisi. Namun, apakah semua konvoi layak dikawal?

Fungsi Pengawalan: Keamanan atau Sekadar Gaya?

Dari sudut pandang kepolisian, pengawalan moge bertujuan untuk menjaga keamanan dan ketertiban lalu lintas, terutama jika jumlah kendaraan yang terlibat cukup besar.

Namun, realitanya, tidak sedikit yang menilai bahwa pengawalan ini lebih condong ke gaya hidup eksklusif ketimbang aspek keselamatan.

Sebagian pengendara moge berdalih bahwa pengawalan diperlukan agar konvoi tidak menimbulkan kemacetan.

Namun, ironisnya, dalam banyak kasus, justru pengguna jalan lain yang harus berhenti dan menunggu konvoi moge lewat, menciptakan ketidaknyamanan di jalan raya.

 

Realita di Lapangan: Antara Kepatuhan dan Pelanggaran

Tidak bisa dipungkiri, banyak pengendara moge yang melanggar aturan, termasuk penggunaan rotator dan sirine yang seharusnya hanya untuk kendaraan tertentu.

Padahal, sesuai Pasal 59 UU LLAJ, penggunaan lampu isyarat dan sirene hanya diperbolehkan untuk kendaraan yang memiliki izin khusus.

Sayangnya, praktik di lapangan menunjukkan masih banyaknya penggunaan aksesoris ini oleh komunitas moge tanpa konsekuensi hukum yang tegas.

Selain itu, ada pula isu motor gede ilegal alias "bodong" yang kerap ditemukan dalam rombongan konvoi. Dalam situasi ini, pengawalan justru menjadi tameng bagi mereka untuk menghindari razia dan pemeriksaan kepolisian.

Pengawalan Moge, Diperlukan atau Dihentikan?

Pengawalan moge masih menjadi topik yang memicu perdebatan. Di satu sisi, pengawalan bisa membantu kelancaran konvoi dan menjaga ketertiban.

Namun di sisi lain, praktik ini sering dianggap sebagai bentuk privilese yang tidak seharusnya diberikan, mengingat tidak ada urgensi mendesak dalam touring moge.

Solusinya? Perlu ada regulasi yang lebih jelas dan penegakan hukum yang tegas. Jika konvoi moge ingin mendapatkan pengawalan, sebaiknya ada batasan jumlah kendaraan yang diperbolehkan serta alasan kuat yang mendasari permintaan tersebut.

Selain itu, kesadaran dari komunitas moge sendiri juga diperlukan agar mereka tetap menghormati hak pengguna jalan lain.

Jadi, bagaimana menurut Anda? Perlukah moge dikawal polisi, atau justru sebaiknya dihapuskan? *AT