Bom dan Doktrin
- Mindset.viva.co.id
Mindset – Tanggal 7 Desember 2022, Agus Sujatno dengan mengendarai motor masuk ke area Polsek Astanaanyar, Bandung. Agus mengacungkan senjata tajam, menerobos barisan polisi yang sedang melakukan apel, lalu terjadi ledakan. Dia tewas bersama dengan seorang anggota polisi, Aiptu Sofyan.
Tindakan yang Agus lakukan memiliki banyak sebutan tergantung dari sisi mana kita memandang. Ada yang menyebutnya bom bunuh diri, ada yang menyebutnya bom syahid. Istilah yang kedua jelas berasal dari pihak yang mendukung tindakan semacam itu yang dalam istilah lain menyebutnya Istisyhad dengan pelakunya disebut sebagai syahid.
Tindakan penyerangan dengan mengorbankan diri sendiri semacam itu memiliki sejarah panjang. Bernard Lewis dalam bukunya Assassin: Sejarah Sebuah Sekte Radikal dalam Islam (Yogyakarta: IRCiSoD, 2018) juga menunjukkan bahwa kaum Assassin yang merupakan kaum Syiah Ismaili eksis antara tahun 1090 dan 1275 M juga memiliki karakteristik semacam itu. Kematian saat menjalankan tugas pembunuhan diyakini akan dibalas dengan surga.
Keyakinan dogmatis semacam itu juga yang tampaknya dianut oleh para pelaku terorisme berbasis pandangan agama yang menyamakan terorisme dengan jihad. Agus Sujatno sendiri tercatat pernah melakukan tindakan terorisme menggunakan bom panci di Cicendo, Bandung pada tahun 2017. Agus kemudian ditangkap dan ditahan selama 4 tahun di LP Nusakambangan.
Memupus doktrin yang sudah terlanjur diyakini dengan sepenuh hati tentu bukan hal mudah. Akan tetapi sebagai bahan renungan, orang seperti Agus tampaknya melupakan hadis Nabi yang mengatakan bahwa jihad yang paling utama sama sekali tidak ada kaitannya dengan beperang dengan pihak mana pun, melainkan justru jihad melawan hawa nafsu dalam diri sendiri.