Ujaran Kebencian, Hasutan, dan Media Sosial
- Unsplash @ademay
Pembentukan situasi tersebut juga ditunjang oleh fitur-fitur media sosial yang memungkinkan penyematan visual maupun audio dengan sangat mudah. Bagi pihak-pihak yang memang bertujuan melakukan propaganda terkait isu tertentu, manipulasi visual dan audio bisa digunakan untuk lebih meyakinkan audiens bahwa apa yang mereka bagikan di media sosial adalah fakta.
Apakah itu berarti pada masa sebelum media sosial belum ada atau tidak ada ujaran kebencian dan hasutan?
Jawabannya tentu negatif. Ujaran kebencian dan hasutan memiliki sejarah yang sama tuanya dengan sejarah manusia. Ujaran kebencian dan hasutan bahkan lebih tua dari usia sejarah tulisan. Kita mengetahui dari kitab suci bahwa pada masa Adam masih di surga pun Iblis sudah melakukan hasutan melalui media lisan. Kita juga tahu ketika Qabil memprotes keputusan ayahnya bahwa terkait pernikahan silang sehingga bukan dia melainkan Habil yang boleh menikahi Iqlima, Qabil mengucapkan ujaran kebencian terhadap Habil.
Dengan kata lain, media sosial bukan penghasil ujaran kebencian maupun hasutan. Sejarah ujaran kebencian dan hasutan tidak dimulai dengan adanya media sosial. Pada masa sebelum adanya media sosial yang kita kenal kini, ujaran kebencian dan hasutan lazim juga dilakukan melalui selebaran atau bahkan tulisan-tulisan pada tembok. Media sosial, dengan ekosistem khas sebagaimana sudah dijelaskan di atas, hanya memungkinkan penyebaran ujaran kebencian dan hasutan menjadi lebih masif dan efektif dibandingkan berbagai media propagandis lain yang pernah ada.
Menjadi Pengguna Media Sosial yang Sehat
Lalu bagaimana caranya supaya kita bisa membentengi diri dari kemungkinan tergabung dalam komunitas tanpa bentuk yang melakukan normalisasi ujaran kebencian dan hasutan di media sosial? Bagaimana kita menjadi pengguna media sosial yang sehat?
Sigmund Freud, bapak Psikoanalisis, dalam Massenpsychologie und Ich-Analyse (Psikologi Massa dan Analisis ke-Aku-an), menunjukkan beberapa karakteristik umum individu yang terikat sebagai satu bagian dari massa. Pertama, melemahnya kinerja intelektual. Kedua, afektivitas tanpa batas. Ketiga, ketiadaan kemampuan untuk bersikap moderat dan menunda tindakan. Keempat, kecenderungan untuk menabrak semua batasan dalam mengekspresikan emosi dan sama sekali tidak melakukan peninjauan cermat saat menerapkannya dalam tindakan.