Mengapa Hisab dan Rukyah Penentuan Awal Ramadhan Masih Diperdebatkan? Ini Penjelasan Gus Baha

Gus Baha tanggapi metode hisab dan rukyah penentuan awal ramadan.
Sumber :
  • Ist

Mindset – Mengapa hisab dan rukyah dalam penentuan awal Ramadhan masih diperdebatkan? Gus Baha menjelaskan bahwa keduanya sah dalam Islam, namun konsensus tetap diperlukan.

Penentuan awal Ramadhan di Indonesia sering kali menjadi perdebatan antara metode hisab dan rukyah. Metode hisab mengandalkan perhitungan astronomi, sementara rukyah mengacu pada pengamatan langsung hilal (bulan sabit) di langit.

Dalam praktiknya, perbedaan ini sering memunculkan potensi perbedaan hari dalam penentuan awal bulan suci bagi umat Islam.

Salah satu ulama terkemuka, Gus Baha, memberikan pandangan mendalam mengenai hal ini.

Dalam beberapa ceramahnya, ia menjelaskan bahwa baik hisab maupun rukyah sama-sama memiliki dasar dalam Islam. Bahkan, metode hisab diakui dalam Al-Qur'an, sebagaimana disebutkan dalam surah Yunus ayat 5:

هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاۤءً وَّالْقَمَرَ نُوْرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَۗ مَا خَلَقَ اللّٰهُ ذٰلِكَ اِلَّا بِالْحَقِّۗ يُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ

"Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya.(343) Dialah pula yang menetapkan tempat-tempat orbitnya agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).(344) Allah tidak menciptakan demikian itu, kecuali dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada kaum yang mengetahui. (QS: Yunus Ayat 5).

Namun, mengapa masih ada perdebatan terkait dua metode ini? Gus Baha menjelaskan bahwa persoalan ini bukan sekadar soal dalil, tetapi juga soal konsensus dan otoritas keagamaan.

Gus Baha: Hisab dan Rukyah Sama-Sama Sah, yang Penting Konsensus

Menurut Gus Baha, dalam fikih Syafi’iyyah, seseorang boleh mengikuti hisab asalkan terdapat konsensus dari para ahli yang berkompeten di bidangnya.

Ia juga menekankan bahwa hisab bukanlah hal yang bertentangan dengan syariat, melainkan ilmu yang dibenarkan oleh Al-Qur'an.

Namun, dalam praktiknya, sering kali terdapat subjektivitas dalam rukyah. Ada kemungkinan kesalahan dalam pengamatan hilal karena berbagai faktor, seperti kondisi cuaca atau ketidakmampuan pengamat dalam melihat hilal dengan benar.

Oleh karena itu, dalam kasus seperti ini, hisab bisa menjadi rujukan utama jika telah disepakati oleh para ahli.

Dalam konteks perbedaan penetapan 1 Syawal yang sering terjadi di Indonesia, Gus Baha menyoroti bagaimana pemerintah dan ormas Islam besar seperti NU dan Muhammadiyah memiliki pendekatan berbeda.

NU lebih mengandalkan rukyah, sementara Muhammadiyah menggunakan hisab wujudul hilal yang lebih matematis. Namun, keduanya memiliki tujuan yang sama, yaitu mencari kepastian dalam penentuan waktu ibadah.

Politik Identitas dalam Hisab dan Rukyah?

Salah satu poin yang menarik dari penjelasan Gus Baha adalah bahwa terkadang perdebatan antara hisab dan rukyah bukan lagi soal dalil keagamaan, tetapi lebih kepada identitas ormas.

Ada kecenderungan sebagian masyarakat yang lebih mengutamakan pendapat kelompoknya dibandingkan mencari solusi terbaik berdasarkan ilmu dan dalil yang ada. Hal ini mengakibatkan ketidaksepakatan yang berulang setiap tahunnya.

Gus Baha mengingatkan bahwa dalam sejarah Islam, para ulama dahulu tidak menjadikan metode penentuan awal bulan sebagai ajang perpecahan.

Bahkan, ulama besar seperti Imam Subki lebih memilih hisab jika telah mencapai konsensus para ahli. Oleh karena itu, seharusnya umat Islam lebih mengedepankan ukhuwah (persaudaraan) daripada sekadar mempertahankan pendapat masing-masing. *AT